Sukses

Di Garut Program Akta Tanah Gratis Menuai Masalah

Belakangan, prona pembuatan akta tanah gratis ini justru menuai kontroversi dan polemik ditengah-tengah masyarakat.

Citizen6, Garut Adanya program nasional (Prona) pembuataN Akta Tanah gratis per bulan Maret 2014 lalu, tentu disambut dengan suka cita oleh masyarakat. Seperti kita ketahui, pembuatan akta tanah atau sertifikat tanah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) jika melalui jalur reguler akan memakan biaya yang cukup lumayan. Untuk tahun ini (2014) pemerintah melalui BPN kembali menggulirkan program prona pembutan akta tanah secara gratis alias tidak dikenakan biaya. Dalam beberapa bulan terakhir sejumlah keluarahan/ Desa dibeberapa kecamatan Kabupaten Garut, Jawa Barat digulirkan program gratis ini dengan jumlah pembuat akta per desa/ kelurahan yang variatif.

Belakangan, prona pembuatan akta tanah gratis ini justru menuai kontroversi dan polemik ditengah-tengah masyarakat. Desa Sindangpalay, salah satu Desa di kawasan Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut dikabarkan menerima kuota pembuatan akta tanah yang diperuntukan bagi 48 akta/ sertifikat tanah bagi warga satu desa tersebut. Namun, setelah program ini diurus oleh aparatur desa setempat malah terjadi horor bagi Kepala desa dan aparatur nya.

"Saya heran, setelah program akta gratis ini turun banyak orang yang mengaku wartawan dan LSM datang ke kantor saya. Intinya ya memeras kami. Saya benar-benar merasa diteror, karena saya dituduh melakukan pungli kepada warga desa Sindagpalay yang mendapatkan jatah pembutan akta gratis ini. Ini Fitnah. Padahal saya hanya mengurus saja, adapun biaya yang kita kumpulkan dari pembutan akta tanah itu hanya untuk biaya akomodasi saja, tidak lebih. Dan itupun sudah melalui musyawarah dan kesepakatan bahkan diatas meterai," ungkap Kades Sindangpalay, Eye Rijaluddin, beberapa hari yang lalu.

Kepala Desa Sindangpalay mengaku, pihaknya telah susah payah mengurus berbagai keperluan pembuatan akta gratis ini ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Alih-alih mendapat keuntungan, malah berujung horor serta teror yang tidak mengenakan. Sejak turunnya program ini, Kades Eye merasa terganggu dengan banyaknya orang yang mengaku dari LSM dan waratawan mendatangi kantor bahkan rumahnya dengan tidak mengenal waktu.

"Saya hampir tidak bisa tidur, banyak orang yang mengaku wartwan dan LSM mendatangi kantor dan rumah saya dengan tidak mengenal waktu. Bahkan saya sempat dicegat di depan kantor BPN dan dipaksa mengaku bahwa saya telah melakukan pungli. Ujung-ujungnya mereka memaksa saya meminta sejumlah uang. Selain itu, ada juga beberapa oknum yang mengaku telah mengusung program ini untuk Desa saya, dan mereka minta kompensasi. Ini kan namanya pemerasan, sementara saya mengurus program ini dengan susah payah bersama aparatur desa saya." Keluhnya.

Banyaknya oknum wartawan dan LSM yang mendatangi Kades Sindangpalay ini, diakui Eye Rijaluddin, dirinya dituding melakukan pungutan uang jutaan rupiah kepada warga pembuat akta tanah gratis ini. Besaran uang yang dituduhkan oleh para oknum wartawan dan LSM ini mulai Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu per akta tanah/ sertifikat.

Mamat (50) salah seorang warga Desa Sindangpalay mengaku pernah didatangi beberapa orang onum LSM dan Wartawan yang memaksa dirinya untuk mengakui telah terjadinya pungli di kawasan Desa Sindangpalay ini. "Ya, pernah ada beberapa orang oknum yang memaksa menanyakan isyu pungli ini. Padahal uang yang kita berikanpun ke Desa itu sudah kesepakatan bersama. Saya juga heran, kenapa banyak oknum-oknum yang meminta uang ke desa dengan adanya program akta gratis ini, kasihan pa Kades," tuturnya.

Eye Rijaluddin selaku Kepala Desa Sindangpalay dengan kejadian ini mengaku terdzolimi oleh orang-orang yang mengaku wartawan dan LSM. Bagaimana tidak, sebelum warga pembuatan akta tanah gratis itu memberikan uang akomodasi ke pihak desa, dirinya harus mengeluarkan uang untuk oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

"Saya benar-benar didzalimi. Padahal uang yang dikumpulkan sebesar Rp 400 ribu itu hanya untuk biaya petugas pengukur tanah, aparat desa yang mengurus surat-surat bolak balik ke BPN. Masa ia yang bekerja itu tidak diberi makan dan uang transport. Selain itu uang dari warga pembuat akta tanah itu bukan untuk kepentingan pribadi, dan tidak seberapa," keluhnya.

Dengan adanya kasus ini, Eye Rijaluddin mengaku kapok mengurus program-program pemerintah yang berbau gratis ini.

Pengirim:

Abu Nasmah

Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan link postingan terbaru blog Anda atau artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.