Sukses

Ganbareba Dekiru, Keberhasilan dari Mimpi dan Ikhtiar

Bak kisah klasik, buku ini menceritakan spirit besar anak-anak muda Indonesia untuk mengejar pendidikan ke Jepang.

Citizen6, Jakarta Ganbareba dekiru! Ungkapan tersebut disampaikan Prof Kenji Namba, ahli fisiologi hewan air di Hiroshima University, kepada Iqbal Djawad PhD, atase pendidikan KBRI Tokyo. Secara harfiah, ganbareba dekiru berarti kalau berusaha keras, pasti bisa.
 
Prof Kenji mengatakannya kepada Iqbal pada 1990 ketika menerima ”tiket eksklusif” dari Monbusho untuk melanjutkan pendidikan S-2 dan S-3 di Jepang. Prof Kenji menyampaikannya sebagai suntikan semangat untuk berjuang mencapai cita-cita.
 
Perjalanan waktu yang panjang mengubah semuanya. Dua puluh tiga tahun kemudian Iqbal yang sudah menjadi atase pendidikan KBRI di Tokyo menghadiri acara buka puasa bersama Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Komisariat Osaka Nara di Osaka. Ia diperkenalkan dengan Gagus Ketut, anak muda yang mengikuti program S-2 dan S-3 (program lima tahun) Graduate School of Engineering Science, Osaka University.
 
Gagus mengutarakan keinginannya bersama 18 anak muda lainnya untuk berbagi pengalaman kepada masyarakat Indonesia. Isinya tentang kisah inspiratif mereka yang punya kemampuan akademik cukup baik, tetapi terkendala masalah ekonomi. Iqbal menyambut baik rencana tersebut. Sebab, pihak KBRI di Tokyo memang membutuhkan sumber-sumber literatur, termasuk buku, yang bisa menjadi tuntunan untuk anak-anak muda Indonesia.
 
Buku Menghidupkan Mimpi ke Negeri Sakura ini menjawab kebutuhan itu. Bak kisah klasik, buku ini menceritakan spirit besar anak-anak muda Indonesia untuk mengejar pendidikan ke Jepang. Mereka sadar bahwa salah satu kunci untuk mengubah hidup lebih baik adalah pendidikan.
 
Jepang dengan segala kemajuan dan modernisasinya sekaligus filosofi hidup serta kedisiplinannya menjadi pilihan mereka untuk ngangsu kawruh. Gagus Ketut, misalnya. Dalam tulisannya yang berjudul Kekuatan DUIT (Doa, Usaha, Ikhtiar, dan Tawakal), ia blak-blakan tentang kesulitan finansial yang dialami keluarganya.
 
Saat masih berkuliah S-1 di Universitas Negeri Surabaya, orang tuanya hanya penjual jamu. ”Untuk makan saja, kami sangat kesusahan. Apalagi jika ada tugas kuliah yang perlu ke warnet danngeprint,” tulis Gagus (halaman 2). Bahkan, ia mengaku tak jarang hanya makan sekali dalam sehari. Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari dan keperluan kuliah, Gagus bekerja sebagai guru privat dari rumah ke rumah.
 
Sikap prihatin ini berlanjut saat ia diterima S-2 di Universitas Indonesia (UI). Untuk bertahan agar tetap bisa kuliah pascasarjana, ia ikut pertukaran pelajar di Osaka University berkat beasiswa JASSO (Japan Student Service Organization).
 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

akhirnya mampu menembus beasiswa Monbukagakusho


Karena kondisi pada saat itu, ia berangkat ke Jepang hanya membawa sedikit uang. Padahal, uang beasiswa baru keluar akhir bulan. Akhirnya Gagus mencoba mengirit dengan makan pisang tiap hari. Akibatnya, seminggu kemudian dia jatuh sakit karena tidak kuat lagi (halaman 3).
 
 Dibekali otak encer, plus doa dan mimpi besarnya untuk bisa bersekolah di Jepang, Gagus akhirnya mampu menembus beasiswa Monbukagakusho (pemerintah Jepang) di Osaka University untuk program lima tahun (S-2 dan S-3).  Prestasinya di Negeri Matahari Terbit justru lebih bersinar hingga mengantarkannya menjadi ketua PPI Osaka-Nara saat ini.
 
 Terkait masalah akademik, cerita lain dituturkan Vinidya Almierajati. Peserta program doktoral bidang sosiologi komunikasi di Osaka University itu menekankan pentingnya budaya riset. Apalagi, orang Jepang terbiasa dengan hal-hal yang sangat detail dan lengkap. Kebiasaan ini membuat mereka unggul di bidang riset di sektor apa pun. Keberhasilan yang diraih bangsa Jepang tak bisa dilepaskan dari budaya risetnya yang sangat baik.
 
Semangat yang tinggi juga ditunjukkan Pika Yestia. Alumnus sastra Jepang UPI Bandung tersebut menceritakan pengalamannya belajar bahasa Jepang mulai nol. Benar-benar mulai nol besar, akunya (halaman 49). Dara berdarah Sunda itu justru mampu menguasai bahasa Jepang setelah rajin menonton drama Jepang berjudul Gokusen. Berkat drama ini, ia mulai tertarik untuk merasakan keadaan Negeri Sakura.
 
Sadar bahwa jalan realistis menuju ke sana adalah pendidikan, ia getol mencari tahu segala hal tentang Jepang. Bukan hanya lewat buku pelajaran, ia belajar tentang Jepang melalui anime, manga, drama, dan film-film asli Jepang. Ishi no aru tokoro ni wa michi ga aru (where there’s a will there’s a way), semangat ”kerja keras pasti membuahkan hasil” akhirnya mengantarkan Pika sebagai salah satu mahasiswa terbaik Universitas Osaka.
 
Banyak kisah inspiratif yang terangkum dalam buku ini. Cerita-cerita menyenangkan, mengharukan, dan heroik di sini dapat menjadi suntikan moral sekaligus panduan bagi anak-anak muda Indonesia lainnya yang ingin belajar di negeri orang. Kuncinya adalah mimpi besar dan ikhtiar yang tinggi serta tidak mudah menyerah pada keadaan.
 
Novelis Brazil Paulo Coelho yang pernah menulis The Alchemist pernah mengungkapkan, ”And when you want something, all the universe conspires in helping you to achive it”. Para penulis di buku Menghidupkan Mimpi ke Negeri Sakura ini telah membuktikan ucapan Coelho tersebut. Termasuk membuktikan ungkapan Coelho lainnya: People are capable, at any times in their lives, of doing what they dream of.

Judul buku: Menghidupkan Mimpi ke Negeri Sakura
Penulis: Gagus Ketut Dkk
Penerbit: PPI Osaka-Nara
Cetakan: I, 2014
Tebal: xi + 206 Halaman


Penulis:

Eko Prasetyo
Mahasiswa Pascasarjana Unitomo Surabaya
 

Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel, foto atau video seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.