Sukses

Buruh Migran: Jokowi Jangan Tiru SBY

"Bahkan di masa SBY, buruh migran tidak henti dihimpit peraturan yang mempersulit kerja dan menggerogoti gaji kami"

Citizen6, Hongkong Sebanyak 400 massa, mereka adalah buruh migran Indonesia  menggelar aksi damai di depan kantor Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) di Hong Kong pada hari minggu 19 Oktober 2014, untuk menuntut pencabutan UU Pilkada tidak langsung dan memperingatkan Jokowi agar tidak mengikuti jejak buruk SBY terhadap rakyat.

Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) dalam press rilisnya yang menuliskan, "10 tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono menyisakan kemiskinan dan krisis yang makin akut. Banyak program dan peraturan yang katanya untuk pembangunan dan menyediakan lapangan kerja layak bagi rakyat. Tapi kenyatanya justru sebaliknya" jelas Sringatin, koordinator JBMI.

Massa yang tergabung dalam aksi menggelar spanduk dan poster dengan berbagai  tuntutan  diantaranya cabut UU Pilkada tak langsung, stop perampasan tanah, kembalikan tanah rakyat, ciptakan lapangan kerja, hapus KTKLN, stop overcharging dan berlakukan kontrak mandiri. Aksi semakin riuh begitu pidato dari organisasi dan individu menyinggung kebobrokan selama 10 tahun SBY berkuasa.

"Makin besarnya jumlah rakyat yang terpaksa keluar negeri sebagai buruh migran jadi bukti kongkret pembangunan yang sesungguhnya tidak mengabdi pada rakyat. Tapi untuk kesejahteraan segelintir elit dan pemodal asing saja" terang Sringatin dalam orasinya.



Menanggapi Mahkamah Konstitusi yang baru-baru ini mengabulkan gugatan atas pasal 59 UUPPTKILN yang mengharuskan  buruh migran pulang ke negara asal tiap kali kontrak selesai, Sringatin menyampaikan mayoritas juga memproses langsung tanpa harus pulang jika memang masih ingin bekerja atau sudah ada majikan. Kalaupun pulang sifatnya cuti kerja.

"Bahkan di masa SBY, buruh migran tidak henti dihimpit peraturan yang mempersulit kerja dan menggerogoti gaji kami. Seperti larangan pindah agen jika belum finish 2 tahun, larangan kontrak mandiri, tidak adanya aturan yang mengilegalkan overcharging. Belum lagi aturan negara penempatan yang mencekik terutama gaji dan visa" tandas Sringatin.

Sringatin mengingatkan lagi kerentanan buruh migran terhadap  praktek  pemerasan dan perbudakan justru karena UUPPTKILN No. 39/2004 tidak mengakui negara sebagai pihak yang paling harus bertanggungjawab atas perlindungan buruh migran dan keluarganya. Pemerintah justru menyerahkan ke calo yaitu PPTKIS dan Agen.

"Jokowi jangan sampai meniru jejak buruk SBY. Yakinkan agar peraturan-peraturan yang merugikan rakyat dan buruh migran segera dicabut.
Buktikan bahwa kesungguhan pemerintahan mendatang dalam membela kepentingan mayoritas rakyat. Pembangunan yang sebenarnya adalah ketika rakyat tidak harus tercerai berai apalagi jadi buruh migran demi sesuap nasi" tegas Sringatin.

Aksi yang berlangsung selama satu jam ini dari pukul 3.30 - 4.30 sore ini berakhir secara damai.

Pengirim:

Yani Serdadu HK

Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel, foto atau video seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.