Sukses

6 Film tentang Pelanggaran HAM yang Menginspirasi

Film-film berikut mengisahkan orang-orang yang berjuang menghadapi ketidakadilan dan penindasan sisi kemanusiaan.

Citizen6, Jakarta Setiap tanggal 10 Desember, dunia Internasional memperingati Hari HAM Sedunia. Tanggal tersebut dideklarasikan oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Berbicara mengenai pelanggaran Hak Asasi Manusia, banyak pelanggaran HAM yang terjadi di seluruh dunia yang menginspirasi orang-orang untuk membuat film tentang kisah perjuangan mereka. Berikut 6 film tentang pelanggaran HAM yang menginspirasi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Jamila dan sang Presiden

1. Jamila dan sang Presiden (Jamila and the President)

adalah sebuah film drama dari Indonesia yang dirilis pada tahun 2009 yang disutradarai oleh Ratna Sarumpaet dan dibintangi oleh Atiqah Hasiholan dan Christine Hakim. Film ini menceritakan kisah hidup seorang pekerja seks komersial (PSK) yang dipenjara karena membunuh seorang menteri.

Film ini diadaptasi dari sebuah karya drama berjudul Pelacur dan sang Presiden, yang ditulis Ratna setelah menerima sebuah hibah dari UNICEF untuk menelaah perdagangan anak di Indonesia dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan masalah tersebut.

3 dari 7 halaman

Kamis ke-300

2. Kamis ke-300

Happy Salma punya cara tersendiri untuk menguatkan hati korban penculikan dan melawan lupa atas tindakan pelanggaran hak asasi manusia. Dia membuat film KAMIS KE-300 yang mengisahkan kegigihan seorang bapak menuntut anak nya dikembalikan hidup-hidup.

Ia berkata, idenya datang saat ia bertemu anak kecil yang berorasi tentang pamannya yang hilang. Sedangkan gerakan Kamisan adalah aksi yang dilakukan keluarga korban penculikan yang berdiri selama 1 jam di depan istana negara dengan mengenakan baju dan payung hitam. Mereka menuntut keluarga mereka dikembalikan hidup-hidup.Mereka berbicara menuntut keadilan melalui spanduk, foto-foto orang hilang, dan ratusan surat yang ditujukan kepada presiden.

4 dari 7 halaman

Jagal

3. Jagal (Act of Killing)

 

 

 

adalah film dokumenter karya sutradara Amerika Serikat Joshua Oppenheimer. Film dokumenter ini menyorot bagaimana pelaku pembunuhan anti-PKI yang terjadi pada tahun 1965-1966 memproyeksikan dirinya ke dalam sejarah untuk menjustifikasi kekejamannya sebagai perbuatan heroik.

Dalam Jagal, para pembunuh bercerita tentang pembunuhan yang mereka lakukan, dan cara yang mereka gunakan untuk membunuh. Tidak seperti para pelaku genosida Nazi atau Rwanda yang menua, Anwar dan kawan-kawannya tidak pernah sekalipun dipaksa oleh sejarah untuk mengakui bahwa mereka ikut serta dalam kejahatan terhadap kemanusiaan. Mereka justru menuliskan sendiri sejarahnya yang penuh kemenangan dan menjadi panutan bagi jutaan anggota PP.

Jagal adalah sebuah perjalanan menembus ingatan dan imajinasi para pelaku pembunuhan dan menyampaikan pengamatan mendalam dari dalam pikiran para pembunuh massal. Jagal adalah sebuah mimpi buruk kebudayaan banal yang tumbuh di sekitar impunitas ketika seorang pembunuh dapat berkelakar tentang kejahatan terhadap kemanusiaan di acara bincang-bincang televisi, dan merayakan bencana moral dengan kesantaian dan keanggunan tap-dance. The Act of Killing disambut pujian di seluruh dunia. Situs agregator ulasan Rotten Tomatoes memberikan penilaian positif 97% dengan nilai rata-rata 8.8/10 berdasarkan 104 ulasan. The Village Voice menyebut film ini "mahakarya".

5 dari 7 halaman

Senyap

4. Senyap (The Look of Silence)

 

adalah film dokumenter kedua karya sutradara Amerika Serikat Joshua Oppenheimer dengan tema sentral pembantaian massal 1965 setelah film Jagal. Jika film Jagal menyoroti sisi pelaku pembantaian, maka film kedua ini lebih menyoroti sisi penyintas dan keluarga korban.

Senyap memfilmkan perjalanan satu keluarga penyintas untuk mendapatkan pengetahuan mengenai bagaimana anak mereka dibunuh dan siapa yang membunuhnya. Adik bungsu korban bertekad untuk memecah belenggu kesenyapan dan ketakutan yang menyelimuti kehidupan para korban, dan kemudian mendatangi mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan kakaknya--sesuatu yang tak terbayangkan ketika para pembunuh masih berkuasa.

6 dari 7 halaman

Life is Beautiful

5. Life is Beautiful

Film ini menceritakan perjalanan seorang pria bernama Guido yang berkelana ke Italia. Di sana ia berkenalan dengan seorang guru sekolah yang cantik bernama Dora. Mereka akhirnya menikah dan mempunyai anak bernama Joshua. Keadaan mulai berubah ketika Nazi mulai berkuasa di Italia. Joshua, Guido, dan Dora ditangkap mereka keturunan Yahudi. Mereka semua kemudian diangkut dan dibawa ke kamp konsentrasi Nazi dengan kereta.

Di kamp tersebut, pria dan wanita dipisahkan sehingga membuat keluarga Guido menjadi terpisah. Mulai saat inilah, Guido berusaha untuk melindungi, bukan hanya jiwa tapi juga mental, anaknya. Ia bersikap di depan anaknya seolah-olah semuanya hanyalah sebuah permainan untuk mendapatkan sebuah tank dan berusaha meyakinkan anaknya dengan segala cara yang ia bisa. Pada akhir cerita, ketika Nazi mulai terdesak dan pasukan sekutu mendekati kamp, Guido meninggal ditembak oleh penjaga kamp karena dianggap kabur dalam usahanya untuk mencari Dora. Joshua selamat karena ia disuruh oleh ayahnya bersembunyi di sebuah kotak kayu dan ia akhirnya bisa bertemu kembali dengan Dora.

Film ini memenangkan berbagai penghargaan dan nominasi di berbagai ajang penghargaan film di seluruh dunia. Di ajang Academy Award, film ini memenangkan 3 kategori, yaitu Best Actor, Best Foreign Language Film, dan Best Original Score, dan dinominasikan untuk 4 kategori lainnya, termasuk Best Director.

7 dari 7 halaman

Mandela

6. Mandela: Long Walk to Freedom

Mandela: Long Walk to Freedom" menyoroti penderitaan Mandela baik secara jiwa dan raga atau fisik secara lebih vulgar. Kekerasan yang dialami Mandela sejak kecil ketika hidup di daerah kumuh, kemudian ditangkap dan menghabiskan masa produktifnya dalam penjara hingga akhirnya menjadi Presiden Afsel disusun rapi oleh sutradara Justin Chadwick. Sosok Idris Elba, pemeran Mandela, yang hitam legam, berotot, dan ditampilkan lusuh menggambarkan penderitaan Mandela yang sanggup bertahan dalam menghadapi kerasnya rezim apartheid.

 Sampai saat ini masih banyak kisah-kisah pelanggaran HAM yang tidak terkuak atau belum tuntas. Mari bergerak dan jangan hanya diam melihat pelanggaran-pelanggaran HAM tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini