Sukses

Menanti Pidato Presiden RI di Peringatan KAA ke-60

"Saya minta kepada Tuan-tuan, janganlah hendaknya melihat kolonialisme dalam bentuk klasiknya saja, seperti di Indonesia," seru Sukarno.

Liputan6.com, Jakarta Peringatan KAA ke-60 menjadi salah satu berita utama hampir di setiap media, cetak maupun digital. Acara peringatan ke-60 yang akan berlangsung selama hampir seminggu tersebut, tepatnya 19-24 April 2015 di dua kota, yaitu Bandung dan Jakarta menjadi moment khusus kita mengingat sang pahlawan proklamator, Bung Karno. Presiden pertama RI, bernama lengkap Ir. H. Soekarno kala itu, di depan seluruh tamu KAA pertama tahun 1955 menyampaikan dua hal utama sebagai prinsip politik nya yang ia harapkan dapat sejalan bersama kawan-kawan pemimpin negara se Asia-Afrika, yaitu melawan imperialisme dan kolonialisme. 

"Saya minta kepada Tuan-tuan, janganlah hendaknya melihat kolonialisme dalam bentuk klasiknya saja, seperti di Indonesia," seru Sukarno.

Sang macan podium itu pun menambahkan seruannya pada para pemimpin KAA untuk mewaspadai kolonialisme wajah baru. "Kolonialisme mempunyai juga baju modern, dalam bentuk penguasaan ekonomi, penguasaan intelektual, penguasaan materiil yang nyata, dilakukan oleh sekumpulan kecil orang-orang asing yang tinggal di tengah-tengah rakyat. Ia merupakan musuh yang licin dan tabah, dan menyaru dengan berbagai cara," seru Sukarno.

Semua hal itu beliau utarakan 60 tahun silam, di tempat yang sama kini acara peringatan KAA kini diperingati, yaitu di Indonesia. Pertanyaanya, adakah seruan 60 tahun lalu tersebut berbekas pada negeri kita sendiri? Mandat-mandat KAA 1955 apa sajakah yang telah para anggotanya selesaikan selama 60 tahun ini? 

Kita mengetahui, Presiden RI sekarang, Jokowi akan pula memberikan pidatonya sebanyak dua kali di acara KAA nanti. Beberapa poin bocorannya adalah, pesan mengenai tatanan baru, keseimbangan global, keadilan global. Jokowi akan menekankan pada pentingnya tatanan dunia baru yang adil dan seimbang. Keseimbangan global yang dimaksud mencakup solidaritas ekonomi, politik, dan budaya. 

Jika kembali ke permasalahan di awal, adakah pemimpin negara kita pun menyadari makna dari kolonialisme wajah baru ini? mengenai penguasaan-penguasaan (monopoli) ekonomi, intelektual, dan materiil yang nyata oleh sekelompok golongan tertentu. Secara tersirat namun jelas terlihat di sekeliling kita, itulah kenyataan yang ada. Kolonialisme, 'penjajahan' tak kasat mata telah terjadi di setiap sudut kehidupan kita. Ketergantungan bangsa konsumen terhadap negara-negara bermodal jelas adanya. 

Kalau boleh, kita tunggu saja, makna dari keseimbangan global dan tatanan kehidupan yang adil seperti apa yang akan disampaikan Presiden terpilih kita nanti. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini