Sukses

Red Rafflesia, Batu Mulia Langka yang Harus Kamu Tahu

Batu akik yang satu ini keberadaannya mulai langka. Tak heran harganya menembus angka jutaan rupiah

Citizen6, Bali Bengkulu merupakan salah satu daerah penghasil batu akik di Indonesia yang namanya cukup terkenal. Antuasisme masyarakat di daerah ini tengah meroket. Terlebih Bengkulu memiliki batu akik yang khas dan hanya bisa didapatkan di daerah ini, yakni jenis Red Rafflesia. Hal ini disampaikan oleh dua orang warga Bengkulu yang tengah berada di Bali.

Menurut Jumaidi, warna yang indah membuat Red Rafflesia menjadi batu akik yang langka dan sulit ditemukan. "Kalau sudah jadi, harganya bisa sampai jutaan rupiah per buah, Mas," ujarnya, Kamis (21/05/2015).

Warna batu akik Red Rafflesia memang mirip dengan warna bunga Rafflesia. Hal inilah yang membuat batu akik Red Rafflesia populer. Bahkan kepopulerannya hampir menyamai kepopuleran batu Bacan asal Maluku Utara.

Salah satu tempat penambangan Red Rafflesia tersebut yakni di Desa Pasar Seblat, Kabupaten Bengkulu Utara. Mahalnya harga Red Rafflesia secara tidak langsung membawa keuntungan tersendiri bagi penduduk setempat. Masyarakat yang awalnya bekerja sebagai buruh, kini beralih menjadi penambang serta pengrajin batu akik. Hal ini membuat ekonomi masyarakat setempat cukup terbantu.

Red Rafflesia memiliki banyak manfaat, seperti meningkatkan energi tubuh, menyeimbangkan energi tubuh dan menambah nafsu makan, hingga dijadikan azimat untuk sukses dalam tiap usaha.

"Namun khasiat utama Red Rafflesia yang banyak dicari orang untuk terapi kesehatan dan ketentraman bagi pemiliknya," ungkap Zainudin.

Selain Red Rafflesia, sebenarnya Bengkulu juga menghasilkan batu akik lainnya yang tak kalah populer, seperti Red Baron, Red Fanta, Kecubung, Cempaka Limau, dan lainnya.

Uniknya, di daerah Bengkulu, pembeli lebih menyukai membeli langsung ke pengrajin dan penambang dibanding membeli di pusat penjualan batu akik. Meski cukup banyak penambang, namun mereka menjamin kelestarian lingkungan tetap terjaga.

"Masyarakat di sana berusaha agar tidak merusak lingkungan, Mas. Makanya mereka menambang dengan cara tradisional dan tidak pernah terlalu dalam," tutup Zainudin.

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.