Sukses

Menelusuri Riwayat Kehadiran Ojek Motor

Keberadaan salah satu jasa angkutan yaitu Ojek kembali diperdebatkan. Pasalnya tidak ada landasan hukumnya?

Liputan6.com, Jakarta Keberadaan salah satu jasa angkutan yaitu Ojek kembali diperdebatkan. Kini kita mengenal istilah GO-JEK, jasa ojek berbasis aplikasi smartphone yang mana tukang ojek yang tergabung dalam GO-JEK hanya menunggu panggilan calon penumpangnya.

Lalu, mengapa keberadaan ojek kini diperdebatkan?
Jika kita berminat untuk menelusuri sejarah hadirnya ojek motor ini, satu hal yang pasti adalah ojek motor bukanlah jasa angkutan umum legal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Singkatnya, dalam aturan negara tersebut ojek tidak tercantum sebagai angkutan umum. Karena, dalam undang-undang tersebut salah satu syarat angkutan umum mengenai kapasitas angkut. Seperti Bus, dan angkot (angkutan kota).

Lalu, bagaimanan kisahnya sehingga ojek motor ini malah menjamur dan menjadi salah satu pilihan favorit warga untuk menembus kemacetan kota?
Seperti dikutip dalam laman historia.id, awal muasal jasa angkutan ini adalah dari ojek sepeda yang berkembang sejak 1969 di pedasaan Jawa Tengah. Karena jalanan desa yang buruk dan tidak dapat dilalui mobil, hadirnya ojek sepeda ini biasanya untuk membonceng orang atau barang titipan penumpang.
Di Jakarta sendiri, ojek sepeda muncul pada 1970 di Pelabuhan Tanjung Priok. Pada saat itu ada larangan dimana bemo atau becak dilarang memasuki Pelabuhan, sehingga muncullah ide dari mereka yang memiliki sepeda untuk menawarkan jasa.
Kemudian, ojek sepeda berkembang, sebarannya hingga Ancol, Kota, dan Harmoni. Saat itu pilihan ojek sepeda adalah untuk menempuh jarak yang dekat dalam waktu cepat.

Nah, ternyata dikala warga Jakarta masih bereuforia dengan ojek sepedanya, penduduk desa di Jawa Tengah telah berinovasi mengganti sepeda dengan motor untuk mengojek. Saat itu motor yang dipakai adalah buatan Jepang bermesin 90cc. Perkembangan ini pun menulari para petani di Jawa Timur yang kemudian menyambi sebagai pengojek.
Masih menjadi pertanyaan, apakah berkaitan dengan keberhasilan di Jawa tersebut, kemudian seorang cukong di Jakarta membeli 20 sepeda motor. Membuka usaha ojek pertamanya.

Namun, kehadiran bisnis baru dalam jasa angkutan umum ini tidak begitu disambut baik oleh beberapa pihak, termasuk pemerintah setempat. Kala itu, Gubuernur Jakarta, Ali Sadikin meyakini bahwa ojek tidak termasuk dalam jenis angkutan massal di Jakarta. Sehingga pada tahun 1979 sempat terjadi razia ojek motor.

Hanya saja, seperti biasa seringkali sesuatu yang sudah menjamur dan menjadi kebutuhan tersendiri bagi warga banyak susah untuk hilangkan, seperi halnya ojek. Juga, seperti halnya Prostitusi jika boleh mengutip kalimat Ahok.

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.