Sukses

Jorong Rumbai, Potret Kampung yang Terlupakan Oleh Negara

Akses ke kampung ini hanya jalan tanah, naik turun bukit, keluar masuk hutan.

Citizen6, Jakarta Jorong Rumbai, terletak di nagari Sisawah Kecamatan Sumpur Kudus Kabupaten Sijunjung. Di tempat ini belum semua tersentuh oleh manisnya pembangunan. Beragam suka cita terpendam di daerah terisolir di Kabupaten Sijunjung. Bagi warga setempat, aspal, mobil dan sinyal handphone seperti barang langka yang tidak mungkin didapatkan.

Akses ke kampung ini hanya jalan tanah, naik turun bukit, keluar masuk hutan. Untuk masuk ke daerah tersebut bisa dari Nagari Padang Laweh, Kecamatan Koto VII dengan waktu 4 Jam perjalanan menggunakan motor menyusuri tepi aliran Sungai Batang Sumpur.

Suasana Jorong Rumbai sekitar pukul 11.30 Wib, terasa sangat sepi. Tidak nampak ada anak-anak yang berkeliaran di kampung itu. Di bagian utara, sebuah musala tua yang dindingnya terbuat dari kayu menjadi kekuatan bagi warga untuk bertahan dalam rimba tersebut. Surau Muhtar Syiddin namanya. Meski sudah tua dan dimakan rayap, masyarakat kadang menjadikan tempat ibadah itu untuk bersosialisasi memupuk silaturrahim.

Warga Jorong Rumbai memang masyarakatnya memiliki ikatan kekeluargaan yang baik, sopan santun terhadap tamu dan selalu memiliki muka yang cerah. Walaupun jalan tanah yang kini menjadi jalan utama warga Jorong Rumbai kini rusak berat. Jalan tersebut pernah diresmikan oleh Bupati Sijunjung beberapa tahun lalu. Harapan besar kepada pemerintah, baik itu Daerah, Provinsi Maupun RI segera perbaiki jalan tersebut. Apalagi sekarang mulai masuk musim hujan, medan jalan sulit dilewati akibat lumpur.

Di daerah ini, pada umumnya harga barang yang dijual dipasaran sangat mahal sekali dibandingkan harga yang semestinya. Itu memang tidak bisa dipungkiri, karena permasalahan jarak tempuh dan waktu yang dihabiskan untuk mengantarkan bahan dan pangan ke daerah ini.

Begitu juga halnya dengan bensin dan semen untuk bahan rumah warga sangat mahal bahkan tidak terjangkau juga oleh pembeli. Makanya, rumah warga di sini, banyak rumah kayu dan tidak seperti rumah mewah lannya. Semuanya berprofesi sebagai petani, penggarap kebun orang lain dan ada juga yang memiliki lahan peladangan, namun jumlahnya tak banyak dan juga tidak luas. Kalau yang punya ladang, hasilnya paling untuk hidup sehar-hari, itupun kalau hasil ladangnya baik.

Kecuali menjadi buruh ladang, untuk mencukupi kehidupan sehari-hari, ada juga penduduk setempat yang menjadi pemikat burung atau penangkap burung ke rimba. Burung hasil tangkapan itu kemudian dijual kepada orang-orang yang memeiliki hobi memelihara burung.

Kalau siang, kampung ini seperti mati. Semua penghuni pergi bekerja, lokasinya ke dalam rimba dan jauh. Walaupun demikian harapan warga setempat belum putus, masih memohon perhatian agar pemerintah membangun jalan menuju Jorong Rumbai. Kalau tidak ada akses jalan, generasi di Jorong Rumbai tidak menyentuh pendidikan hingga tamat SMA. Sebab, lokasi Sekolah sangat jauh dari Jorong Rumbai.

Seperti kebutuhan jalan, warga Jorong Rumbai juga mengahrapkan fasilitas air bersih. Mereka tidak peduli harus dari PDAM ataupun sulingan langsung dari mata air, yang pasti kebutuhan terhadap air bersih menjadi kebutuhan primer. Warga sekitar selama ini hanya menggantungkan air minum dari satu pancuran air yang aliran sangat kecil.

Dari segi pendidikan kurangnya perhatian pemerintah setempat, SDM warga Jorong Rumbai hingga kini juga masih terbelakang. Anak-anak masih berjalan kaki ke sekolah, melewati bukit dan pendakian dan itu tidak mesti mereka lakukan. Menangis rasanya ketika mengingat, diwaktu anak-anak harus pergi ke nagari Sisawah untuk mengikuti ujian nasional dan kegiatan-kegiatan lainnya. Satu hari sebelum acara mereka sudah berangkat. menginap di tempat keluarga masing-masing.

Setelah selesai UN dan kegiatan lain, barulah anak-anak kembali dengan berjalan kaki ke Jorong Rumbai tadi, karena mengingat ongkos ojek yang mahal. Memang selalu dihadapkan dengan sejumlah keterbatasan, namun siswa SD di jorong ini harus bersaing dengan sekolah lain di perkotaan dengan standar ujian nasional yang sama. Setamat SMP, mereka harus bersekolah ke nagari lain karena belum ada SMA di kampungnya.

Karena sulitnya akses, dan sulitnya kehidupan banyak anak-anak putus sekolah dan kebanyakan pendidikan tertinggi itu SMP. Umumnya mereka membantu orang tua ke ladang. Kehidupan penduduk Jorong Rumbai masih jauh dari sejahtera. Mereka menggantungkan hidup pada hasil pertanian. Pertanian mereka hanya cukup untuk menghidupkan makan sehari-hari saja.

Dari segi listrik memang sangat jauh sekali dengan apa yag diharapkan. Indonesia memang sudah 70 tahun merdeka, Jorong Rumbai belum tersentuh listrik. Untuk membuat laporan ke Dinas Pendidikan, para guru harus ke nagari Sisawah untuk memakai komputer dan rumah, anak-anak belajar pada siang hari. Apabila senja datang dan magrib hari mulai gelap, kemudian setelah Shalat Isya dan mengaji, anak-anak akan tidur, begitulah kehidupan mereka sehari-hari.

Komunikasi dan Teknologi. Sudahlah tak ada listrik, warga Jorong Rumbai tak bisa menikmati handphone untuk sarana komunikasi. Bukan tidak mampu sama sekali untuk memiliki HP, namun sinyal HP yang tidak ada sama sekali. Kalau menelepon, harus ke Bukit dulu. HP hanya untuk dengar lagu di rumah dan hanya untuk pengantar tidur.

Akibat dari ketinggalan teknologi dan informasi kebanyakan anak-anak di kampung tidak bisa menikmati perkembangan dunia luar. Masalah jaringan ini penting. Kita butuh orang pusat yang memahami permasalahan di Jorong dan sekolah. Padahal, sekolah katanya sudah harus menggunakan sistem online. Namun untuk komunikasi antar kecamatan begitu susah, kecuali harus turun langsung atau pergi ke Bukit dulu.

Jorong yang ada di pelosok sudah berupaya ingin maju, kenapa dari pihak pemerintah tidak punya keinginan? Memang tidak efisien pada zaman modern ini laporan harus manual atau dalam bentuk fisik. Kalau memang ada kebijakan menggunakan IT, kita yakin proses akan berjalan dengan lancar dan kita tidak akan ketinggalan seperti sebelumnya.

Andaikan bukan sekarang tetapi untuk generasi yang akan datang sangat membutuhkan Ilmu Teknologi Informasi ini, dengan tujuan supaya tampil lebih maju dan lebih bermanfaat bagi warga, terpenting sekali adalah bagaimana pemerintahan nagari, kecamatan, kabupaten, provinsi, atau tingkat nasional itu bisa mensupport bagi jorong-jorong yang hari ini jelas berhadapan dengan segala kekurangan mereka untuk keluar dari keterbatasan.

Penulis:

Alhadi

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.