Sukses

Kedungwuni, Kampung Maestro Batik di Pekalongan

Padahal Kedungwuni, nama salah satu kampung di pekalongan ini telah mendunia.

Citizen6, Jakarta - Kedungwuni, jika kita mencari tahu soal kampung ini di internet, mesin pencari hanya menampilkan secuil informasi tentang nama ini. Itupun sebatas informasi geografis semata. Padahal Kedungwuni, nama salah satu kampung di pekalongan ini telah mendunia.

Kedungwuni sejak jaman penjajahan Belanda telah dikenal sebagai kampung yang menghasilkan batik berkualitas. Batik-batik dari Kedungwuni dikenal dengan karakter batiknya yang superhalus, detail dan dengan motif-motif yang cerah.

Karena kualitasnya yang sempurna, sampai sekarang batik kedungwuni adalah salah satu mahakarya batik yang terus diburu para kolektor Adiwastra.

Proses pembuatan batik Kedungwuni berbeda dengan batik di tempat lain. Salah satu yang membedakan adalah Batik Kedungwuni memakai teknik membatik memakai canting cucuk emas, canting dengan ukuran 0, ukuran paling kecil yang menghasilkan lukisan batik super halus dan detail.

Padahal Kedungwuni, nama salah satu kampung di pekalongan ini telah mendunia.

(Maha karya batik Kedungwuni yang super halus dan detail, proses pengerjaanya perlu skill tingkat tinggi)

Kedua, batik Kedungwuni mengalami proses dua kali pembatikan, bagian luar dan bagian dalam sehingga di bolak-balik sama. Untuk menghasilkan batik Kedungwuni yang super halus dan detail itu perlu waktu dua tahun untuk menyelesaikannya.

Rinciannya, 8 bulan untuk proses membatik bagian dalam, 8 bulan untuk membatik bagian luar dan sisanya untuk pewarnaan yang memerlukan beberapa kali proses, tergantung banyaknya warna yang akan dipakai. Tak heran selembar harga batik kedungwuni bisa mencapai Rp 17 juta.

Padahal Kedungwuni, nama salah satu kampung di pekalongan ini telah mendunia.

(Mba Siru, salah satu maestro batik KedungWuni, Pekalongan)

Sampai sekarang maestro batik yang ada di Kedungwuni hanya sekitar 15 orang saja. Salah satunya maestro batik itu adalah mba Siru.

Menurut Fakhtul Huda, salah seorang anggota komunitas batik Gemah Sumilir mengatakan, bagi mereka membatik adalah berdoa.

“Setitik demi setitik malam (lilin) yang ia torehkan ke atas kain mori adalah do'a dan harapan agar mereka mendapat berkah dari sang pencipta”.

“Mba Siru selalu mengisi hidupnya dengan kesederhanaan. Separuh perjalanan hidupnya ia abdikan untuk helai demi helai batik yg ia ciptakan. Mba Siru (nama panjanganya Rukayah) adalah maestro Batik kedungwuni yang dimiliki negeri ini, “katanya di pameran Inacraft Rabu, 20 April 2016.

Padahal Kedungwuni, nama salah satu kampung di pekalongan ini telah mendunia.

Sayang sekali, mahakarya seni batik Kedungwuni sampai sekarang ini belum terekspose secara luas. Karena itu Fakhtul Huda pemilik Famoli Batik gallery ini bersama rekan-rekannya di komunitas batik Gemah Sumilir berusaha tetap menjaga kelestarian batik dan mengembangkan budaya batik tulis yang ada di Pekalongan. 

 **Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini