Sukses

Uluran Kasih Sayang untuk Ghisya, Pengidap Kelainan Darah Langka

Terbebas dari DBD bertahun lalu, kini Ghisya terus berjuang melawan penyakitnya ini.

Liputan6.com, Jakarta Di saat teman-teman seusianya bisa menikmati masa kanak-kanak bebas tanpa beban, tidak demikian dengan Ghisya, siswa kelas 4 SD Muhammadiyah Teluk Betung Utara, Lampung.

Penyakit kelainan darah yang telah diidapnya sejak usia 2 tahun membuatnya harus bolak-balik cuci darah jika kondisinya sudah tampak pucat dan terasa sakit di tubuhnya. Kepala Asrama Tanjung Karang Welli mengatakan, sepintas, Ghisya seperti baik-baik saja, sehat seperti anak lainnya. Namun, ketika diperhatikan, kulitnya lebih pucat dibandingkan teman-temannya.

Menurut informasi yang diperoleh dari keluarganya, Ghisya didiagnosis kelainan darah ketika ia menderita DBD ketika itu. DBD menyerang, dan dokter mendapati sesuatu yang berbeda dalam mengobatinya.

Terbebas dari DBD bertahun lalu, kini Ghisya terus berjuang melawan penyakitnya ini. Kelainan darah ini mengakibatkan tubuhnya rentan akan kelelahan dan gerak tubuh yang berlebihan karena risiko cedera sangat besar.

Ghisya

Dari organ gerak yang mudah lelah, tulang-tulang di tubuh Ghisya rupanya juga rentan mengalami kekeroposan. Dilanda keadaan fisik yang begitu lemah, tak menghalangi Ghisya belajar, dan berinteraksi dengan teman-teman di sekolah. Yang mengetahui kondisi Ghisya sebenarnya hanya para guru saja.

“Teman-temannya hanya tahu Ghisya sakit, jadi jika Ghisya tidak masuk sekolah dalam waktu yang lama, mereka sudah tahu kalau Ghisya sedang berobat,” ujarnya.

Sebagai anak satu-satunya, Ghisya tinggal bersama ibunya karena sang ayah telah lama meninggal. Sebagai orangtua tunggal, sang ibu bekerja keras sebagai buruh serabutan, seperti cuci, setrika atau memasak. Rupiah demi rupiah yang terkumpul ia kumpulkan, sebisa ia bagi sampai cukup memenuhi semua kebutuhan sehari-hari.

Tinggal di sebuah kontrakan mungil berukuran 2x3 meter dan tagihan tiap bulannya, dan sederet kebutuhan sehari-hari, tak tercukupi dengan penghasilan yang minim. Mereka berdua dibantu oleh seorang kakak ibunya atau bibinya Ghisya yang menjadi tenaga honorer di sebuah lembaga pendidikan. Bukan membantu keuangan saja, tetapi juga tenaga karena san ibu pun tidak boleh terlalu lelah bekerja.

“Jadi selain Ghisya, sang ibu pun punya kondisi kesehatan yang lemah, karena pernah kecelakaan terbentur batu yang mencederai kepalanya. Luka dalam ini mengakibatkan ibunya Ghisya sering sakit kepala kalau kelelahan sehingga tidak boleh bekerja terlalu berat,” tuturnya prihatin.

Sebelumya kecelakaan, ibu Ghisya pernah bekerja sebagai karyawan di sebuah lembaga sosial bersama sang suami. Setelah menjadi orangtua tunggal, rekan-rekan sejawatnya membantu dengan menyewakan kontrakan tersebut.

Sebelum itu, Ghisya memang sudah pernah mendapat perawatan di rumah sakit dengan BPJS dan bantuan dari pemerintah setempat. Akan tetapi, tidak cukup sampai di situ, perawatan setelahnya masih terus berjalan, dan tidak semua dapat ditanggung oleh kedua fasilitas tersebut.

Dengan kenyataan seperti itu, keuangan keluarga sangat minim dan tak mencukupi. Biaya sekali cuci darah mencapai ratusan ribu rupiah. Belum lagi ditambah ongkos dan obat-obatan penunjang yang harus rutin dikonsumsi agar kondisi Ghisya tidak drop.

Selain dihimpit ekonomi, menurut informasi yang Rumah Yatim peroleh, keluarga Ghisya sedang terhimpit persoalan utang. Sang ibu harus menyicil kewajibannya membayar utang setiap memiliki uang. Uang pinjaman tersebut kebanyakan ia gunakan untuk menutupi biaya pengobatan Ghisya. Bahkan demi Ghisya, ia terpaksa meminjam uang ke rentenir.

Di tengah-tengah persoalan ini, sekitar 3 bulan yang lalu ia mengajukan proposal bantuan kepada Rumah Yatim untuk biaya pendidikan Ghisya. Setelah diproses, Rumah Yatim menyetujui termasuk mengajak Ghisya di asrama. Dengan begitu semua biaya hidup, pendidikan dan lainnya sudah menjadi tanggung jawab asrama.

“Pihak kami sudah menyetujui, sesuai persyaratan dan sudah melalui proses, tapi pihak orangtua menolak. Ternyata baru kami ketahui kondisi kesehatan Ghisya sebenarnya. Hal ini penting, untuk orangtua atau pihak keluarga wajib memberitahu kondisi anaknya agar kami dapat mengoptimalkan bantuan sesuai kondisi,” jelasnya.

Mengetahui kebenaran ini, Welli bersama pihak manajemen berencana akan tetap membantu Ghisya beserta keluarga dengan beberapa cara. Hingga tulisan ini dibuat, ia mengungkapkan tengah memproses segala keperluan untuk membantu Ghisya.

“Kami sudah bersilaturahim dengan keluarganya dan survey kondisi lingkungan tinggalnya, kami juga sedang mengumpulkan persyaratan lain secara administrasi, misalnya keterangan dari dokter,” imbuhnya.

Rumah Yatim akan membantu Ghisya dan keluarga melalui beberapa cara, yaitu program santunan biaya hidup, partisipasi donatur, atau keringanan biaya pengobatan. Partisipasi donatur dilakukan dengan sharing melalui jaringan komunikasi dengan donatur. Ia berharap dari jaringan ini dapat berbagi informasi tentang rujukan pengobatan untuk kesehatan Ghisya atau program khusus kesehatan ibu dan anak.

Walau Ghisya tidak tinggal di asrama, Welli mengatakan akan tetap terus bersilaturahim secara rutin keadaan Ghisya dan keluarga. Mulai meringankan kebutuhan sehari-harinya seperti bantuan sembako ke rumahnya. Silaturahim bertujuan agar memberikan suntikan semangat hidup, dukungan moral dan motivasi bagi keluarga mereka.

Keluarga Ghisya sangat bersyukur dapat dipertemukan Allah kepada Rumah Yatim. Kini baginya tak ada yang lebih berharga daripada kebahagiaan keluarga kecil mereka, khususnya Gishya. Seperti ia ungkapkan kembali pada Welli, pertama ia ingin Ghisya cepat sembuh dari penyakitnya, kedua ingin segera melunasi utang-utangnya sehingga hidupnya tak lagi terbebani dan tak menjadi beban orang lain.

Gishya dan keluarg sedang menantikan uluran kasih sayang dan cinta dari donatur dimanapun berada yang tulus dan ikhlas menolong mereka. Masa depan cerah menanti Gishya secarah senyum yang terbit di wajahnya.

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini