Sukses

Ramadan di Jepang: Masjid yang Jendelanya Tertutup Rapat

Masjid Indonesia Tokyo dibangun di kawasan perumahan yang sangat padat. Jalannya juga sempit sekali.

Liputan6.com, Jakarta Tanggal 5 Juni 2017, berarti sudah ke-10 kalinya Masjid Indonesia Tokyo digunakan untuk beribadah, mulai dari salat Tarawih, salat Subuh hingga Isya berjemaah.

Dengan titel sebagai “Masjid Pertama Milik Rakyat Indonesia di Jepang”, mungkin kita sama-sama membayangkan kalau masjid ini adalah masjid super megah, dengan jumlah jemaah ribuan, dan suara azannya menggelegar ke seluruh penjuru Kota Tokyo, atau minimal ke “kecamatan” Meguro, tempat masjid ini dibangun.

Apalagi saat ini sedang Ramadan. Selayaknya masjid di Indonesia, acara-acara semisal sahur dan buka puasa bersama tentu lumrah dilakukan dan pasti ramai hingga membuat jalanan macet dan lain sebagainya.

Namun itu semua cerita di Indonesia. Tokyo jauh berbeda dengan Jakarta. Ketika masjid ini melakukan “debut” nya melakukan ibadah pertama, yaitu pengajian peresmian masjid (belum sampai ibadah salat), beberapa anggota DKM Masjid berdiri di sekitar masjid untuk memastikan suara yang keluar dari masjid tidak mengganggu kenyamanan warga sekitar.

Dan benar saja, beberapa warga keluar dan bertanya tentang aktivitas masjid karena ada suara cukup besar yang terdengar, lalu mau tidak mau kami harus “minta maaf”, serta menjelaskan mengenai keadaan masjid bla bla bla sampai si tetangga ini “puas”. Evaluasi kami, mungkin saat itu ada jemaah yang kepanasan lalu membuka jendela masjid, sehingga mau tidak mau suara dari dalam masjid terbawa keluar. Ini kesalahan fatal.

Ya beginilah beribadah di Jepang. Alih-alih azan dengan suara yang lantang, jendela masjid harus ditutup rapat-rapat agar tidak ada suara yang mengalir keluar masjid.

Masjid Indonesia Tokyo dibangun di kawasan perumahan yang sangat padat, jalannya juga sempit sekali. Mobil saja kalau sudah papasan, salah satu harus mengalah karena jalan raya nya tidak bisa diisi dua mobil sekaligus. Bahkan beberapa hari lalu, panitia harus izin keluar dari saf salatnya untuk memastikan suara “Aamiin” tidak terlalu terdengar keluar.

Kalau ada satu saja tetangga komplain karena berisik, sudah hampir pasti akan ada polisi datang untuk menengahi, dan situasi ini kurang baik. Jadi, kami benar-benar memastikan masjid ini steril dari suara-suara berisik.

Tidak ada yang salah dengan Islam yang ramai, azan yang membahana, hingga Ramadan yang meriah. Tulisan ini juga tidak dibuat untuk menegasikan hal-hal tersebut. Islam yang ramai atau sepi, azan yang keras atau pelan, masjid yang terbuka atau tertutup rapat, semua adalah bagian dari manifestasi empati terhadap masyarakat di sekitar kita.

Jika ada yang selalu berucap bahwa Islam itu keras, tidak ramah terhadap non-muslim dan bahkan cenderung mengancam hal yang berbeda dengan Islam, maka kami hendak berbagi sebuah cerita lain.

Islam tidak seperti itu. Sejak awal mendirikan masjid ini, berkali-kali sudah kami lakukan sosialisasi dengan tetangga-tetangga, sekadar untuk memastikan hidup mereka tetap nyaman walau masjid ini berdiri.

Di luar negeri, nama Islam sudah negatif berkat pemberitaan sepihak dari berbagai media. Islam tidak hanya soal teroris, tukang bikin rusuh, apalagi soal ISIS.

Kepada teman-teman Jepang, kami selalu berharap agar mereka melihat kami sebagai muslim-muslim yang segan, yang punya empati tinggi, yang sungkan untuk mengganggu ketenangan mereka ketika kami beribadah. Bukan hanya khusyuknya salat yang kami pikirkan, namun juga kedamaian lingkungan sekitar kami yang lebih utama.

Jadi kepada teman-teman yang benci Islam, atau yang merasa dalam Islam hanya ada kebencian, maka pintu masjid kami terbuka lebar untuk teman-teman. Lihat kami lebih dalam.

Kami mohon maaf jika teman-teman pernah terancam oleh perlakuan umat muslim. Saat ini, Islam tidak dapat digeneralisasi oleh satu atau dua kejadian. Dalam Islam terdapat banyak hukum-hukum yang diturunkan oleh Allah SWT melalui kitab suci kami.

Masalahnya, saat ini tidak ada “hakim” yang dapat menilai hukum dan menentukan sanksi, hanya hati dan ruh kami yang menjadi hakim atas tindakan kami. Maka wajar jika kemudian ada umat muslim yang kasar, ofensif, dan lebih banyak lagi umat non-muslim yang masuk ke dalam islam, lalu merusak Islam dari dalam.

Atas keadaan ini, dan juga karena status kami sebagai minoritas, maka pekerjaan dan amanah kami berlipat.

Mohon doakan kami agar kami tetap menjaga jendela masjid ini tertutup dengan rapat agar masjid tidak menjadi tempat yang tidak nyaman bagi tetangga-tetangga kami.

Mohon doakan kami juga agar kedamaian yang kami bawa ini tulus, karena kami percaya ketulusan akan menular.

Semoga masyarakat Jepang kelak bisa merasakan hal positif dari ketulusan ini, lantas menjadi mengerti bahwa Islam, dan Indonesia, adalah kelompok yang sejuk, damai, dan hidup dalam perasaan penuh empati terhadap orang lain.

Semoga masjid ini menjadi sumber kedamaian dan menjadi etalase Islam yang sebenarnya.

Penulis:

Lukman Adi Prananto

- Ketua PPI Kanto Jepang 2016/2017

- Panitia Pembangunan Masjid Indonesia Tokyo

 

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.