Sukses

Sekolah Terpencil di Daerah Perkotaan

Dinas Pendidikan Kabupaten Jember selalu menolak mengatakan SDN Bintoro V termasuk SD terpencil, karena masih termasuk di wilayah Kecamatan Kota, tetapi kalau ada agenda workshop di Jakarta yang mengundang sekolah-sekolah terpencil di Indonesia kami selalu diundang untuk menghadiri acara tersebut

Citizen6, Jember: Dinas Pendidikan Kabupaten Jember selalu menolak mengatakan SDN Bintoro V termasuk SD terpencil, karena masih termasuk di wilayah Kecamatan Kota, tetapi kalau ada agenda workshop di Jakarta yang mengundang sekolah-sekolah terpencil di Indonesia kami selalu diundang untuk menghadiri acara tersebut.

Pagi itu diiringi cuaca mendung dan dinginnya suhu udara pagi dipandu oleh seorang pemuda berperawakan kurus yang akrab disapa Edi, yang sehari-hari menjadi tenaga sukwan di sekolah yang akan kami tuju, kami berjalan kaki menyusuri jalan setapak di tengah perkebunan kopi di kaki pegunungan Argopuro. Kondisi jalan yang licin dan terkadang harus menyusuri bukit yang terjal dan jembatan titian bambu mengakibatkan perjalanan kami harus berhati-hati, terkadang kami pun harus berhenti untuk mengumpulkan tenaga, akhirnya setelah menempuh perjalanan sejauh 2 kilometer, sampailah kami di tempat tujuan.

Selama dalam perjalanan hanya satu yang terbersit didalam hati, apakah kami sekarang sedang melakukan perjalanan di sebuah daerah terpencil di bagian timur Indonesia? lamunan kami buyar seketika seiring dengan senyum ramah Syamhari yang akrab dipanggil Kyai Lutfi ketua komite sekolah mempersilahkan kami masuk, ternyata kami sadar bahwa kami masih berada di wilayah Kabupaten Jember. Begitulah sekilas pengalaman kami ketika berkunjung ke SDN Bintoro V Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember.

SDN Bintoro V yang berada di wilayah Padukuhan Gluduk, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Patrang, masih termasuk wilayah eks Kota Administratif Jember, tetapi ketika kami melihat lokasi sekolah dasar tersebut, terutama perjalanan yang harus ditempuh dengan kondisi jalan yang sedemikian buruk, maka kami seakan tidak percaya bahwa masih ada sekolah terpencil di wilayah kota.

Dengan lugas Kyai Lutfi menceritakan bagaimana sejarah dari pembangunan SDN Bintoro V, "pada waktu itu setelah terjadi banjir dan tanah longsor di Panti tahun 2006, Pak Djalal selaku Bupati Jember sering melakukan kegiatan peninjauan ke daerah-daerah pelosok, pada saat Pak Djalal melakukan kegiatan di daerah ini, Pak Djalal berinisiatif untuk membangun sekolah dasar di sini untuk menggantikan MI Nurul A'lah yang sudah tidak aktif, dan untuk sementara diinstruksikan untuk bergabung dengan SDN Bintoro III, kemudian pada tahun 2007 sekolah ini resmi berdiri sendiri menjadi SDN Bintoro V, adapun status tanah dari SDN Bintoro V ini adalah tanah wakaf yang dihibahkan oleh saya sebagai komite sekolah" tutur Kyai Lutfi.

Kyai Lutfi juga menceritakan bahwa ia sebagai komite sekolah bersama warga masyarakat yang tinggal di sekitar SDN Bintoro V berinisiatif untuk melakukan perbaikan jalan tanah dengan dana swadaya masyarakat karena kondisi jalan yang sangat tidak layak, pada waktu musim hujan seperti ini jalan sangat lincin, dan tak jarang membawa korban, baik siswa maupun tenaga pengajar, kendaraan bermotor pun tidak bisa melalui jalanan tersebut karena terlalu terjal dan curam, "waktu itu saya dan warga berunding dan menyepakati bahwa harus ada pelebaran jalan tanah untuk mempermudah akses jalan bagi anak-anak yang akan sekolah di sini, kemudian dari hasil swadaya masyarakat, terkumpullah dana sebesar 7 juta rupiah yang kemudian digunakan untuk melebarkan jalan tanah dan membangun jembatan bambu sebagai jalan bagi anak-anak yang akan sekolah di SDN Bintoro V ini," ujar Lutfi.

Saat ini jumlah murid di SDN Bintoro V berjumlah 118 orang dan jumlah tenaga pengajar sebanyak 14 orang yang terdiri dari 3 orang PNS dan 11 orang tenaga sukarelawan yang melaksanakan tugas mereka sebagai tenaga pengajar di SDN Bintoro V dengan sarana dan prasarana seadanya. Edi Syarifudin salah satu tenaga sukarelawan di SDN Bintoro V mengatakan bahwa sampai saat ini masih banyak sarana dan prasarana pendidikan yang masih belum dimiliki oleh SDN Bintoro V seperti ruang UKS, perpustakaan, ruang Guru dan fasilitas MCK, termasuk sambungan listrik yang belum masuk di daerah tersebut. "Sampai saat ini sambungan listrik di SDN Bintoro V masih memakai tenaga diesel dan menyambung dari wilayah Rembangan," tutur Edi.

Edi juga mengatakan sebenarnya banyak murid-murid di SDN Bintoro V memiliki bakat-bakat alami terutama di dalam bidang seni lukis dan olah raga, tetapi terkadang mereka tidak bisa mengikuti lomba tersebut dikarenakan tidak memiliki akte kelahiran yang dibutuhkan sebagai salah satu syarat pendaftaran lomba. Banyak juga murid-murid disini yang lebih ingat akan harga seikat kayu bakar dan harga seekor burung hutan daripada rumus Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, apalagi pada saat musim panen kopi, banyak murid disini yang lebih tertarik untuk "leles kopi" guna membantu orang tua menyambung hidup. "kita sendiri juga tidak bisa berbuat banyak mas, kemiskinan yang menjadi penyebab mereka akhirnya juga kurang menyadari pentingnya arti pendidikan, rata-rata orang tua dari murid murid di SDN Bintoro V ini berprofesi sebagai buruh perkebunan kopi lanjut Edi".

Kami pun akhirnya berpamitan dan harus kembali menyusuri jalan yang licin dan terjal untuk kembali ke peradaban kota yang dianggap modern dan terhormat, karena di perkotaan kita sudah sangat akrab membicarakan dan mendapatkan anjuran-anjuran mengenai kemajuan, modernisasi, dan pembangunan, tetapi kini kita harus merenung kembali. Ternyata gagasan-gagasan kemajuan yang ada di Indonesia kini tengah diuji oleh kenyataan-kenyataan yang kadang kala terasa menjengkelkan, fenomena di SDN Bintoro V salah satunya. (Pengirim: Sapto Raharjanto)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini