Sukses

Sejarah Korupsi di Indonesia dan Skema Pemberantasannya

Korupsi rasanya tidak akan pernah mati dan akan terus berkembang. Bukan sebuah kalimat pesimistis, tapi memang situasi dan kondisi ini sudah mendapat pemakluman atau pelumrahan dari masyarakat kita.

Citizen6: Berbicara mengenai korupsi rasanya tidak akan pernah ada akhirnya. Korupsi rasanya tidak akan pernah mati dan akan terus berkembang. Bukan sebuah kalimat pesimistis, tapi memang situasi dan kondisi ini sudah mendapat pemakluman atau pelumrahan dari masyarakat kita. Dimana hal ini biasa kita sebut sebagai sebuah budaya. Budaya Korupsi.

Sudah suatu kewajaran ketika masyarakat mendengar kata Korupsi. Tiidak salah ketika mantan wakil Presiden Indonesia, M. Hatta mengeluarkan pernyataan bahwa  korupsi di Indonesia sudah begitu berurat berakar dan telah menjadi suatu budaya yang amat susah untuk dihilangkan.

Sejarah korupsi di negara kita ternyata sudah di mulai dari zaman kerajaan dan kesultanan. Hal yang membuatnya kurang terekspos karena memang para sejarawan lebih memfokuskan kajian-kajian sejarah mereka ke arah politik dan sosial saja. Bukan ke permasalahan ekonomi yang terjadi pada saat itu. Padahal zaman tersebut adalah awal dari korupsi.

Bisa kita lihat dengan apa yang terjadi di Kerajaan Singosari.  Terjadinya perebutan kekuasaan yang di latar belakangi kekuasaan dan ekonomi, di Banten bahkan terjadi pertikaian antara Sultan Haji yang merebut kekuasaan atau tahta dari ayahnya sendiri, Sultan Ageng Tirtayasa. Banyak lagi perlawanan rakyat yang terjadi dimana telah merubah sistem pemerintahan di negari ini. Isu-isu mengenai korupsi ini yang kebanyakan menjatuhkan rezim pemerintahan yang berkuasa saat itu.

Seiring perkembangan zaman, dari masa orde lama dan orde baru tindakan korupsi belum juga bisa diberantas. Banyak produk produk pemberantas korupsi lahir. Di masa orde lama ada yang namanya Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin oleh A.H. Nasution. Kemudian kita juga mengenal operasi Budhi.  Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) yang di ketuai langsung oleh Presiden Soekarno, dengan lahirnya organisasi ini semakin menambah lambatnya usaha pemberantasan korupsi.

Zaman orde baru, Soeharto tidak mau kalah dan melahirkan produk yang namanya tim pemberantasan korupsi yang biasa disingkat TPK yang diketuai oleh Jaksa Agung. Pada periode yang sama Presiden Soeharto juga membentuk tim empat yang tugasnya membersihkan Bulog, Depag, Pertamina, Telkom, dll.

Pada masa yang sama juga didirikan Operasi Tertib (Opstib) yang juga sebagai pemberantas korupsi di Indonesia.  Tetapi dua lembaga ini juga sering berselisih. Hal ini sangat melemahkan lembaga itu dalam memberantas korupsi. Alhasil, para koruptor terus bisa melenggang di kursi singgasana rezim orde baru.

Masa BJ Habibie juga melahirkan pembentukan KPKPN yang bertujuan menciptakan penyelenggaraan negara yang bersih dari KKN. Dii masa Abdurrahman Wahid juga melahirkan Tim gabungan pemberantasan tindak pidana korupsi (TGPTPK) yang akhirnya di bubarkan setelah di ajukannya Yudisial review.

Masa orde reformasi, produk pemberantasan korupsi pun juga lahir. Lembaga yang disebut sebagai lembaga yang super body itu adalah harapan real satu satunya setelah kejaksaan dan kepolisian dinilai gagal. Lembaga itu adalah komisi pemberantasan korupsi (KPK). Sama dengan setiap orde, produk produk pemberantasan korupsi ini pun mendapat tantangan yang berat. Dan yang paling hangat sekarang itu adalah usaha usaha pelemahan terhadap keperkasaan lembaga yang di sebut KPK ini.

Jika kita lihat dari masa ke masa tadi, jelas kita lihat bahwa kunci sebenarnya dari permasalahan korupsi ini terletak kepada sistem ekonomi yang di jalankan secara modern. Dimana kita mengenal istilah bahwa  Negara Maju Sebagai Guru Korupsi.

Mengapa bisa begitu? kita bisa lihat pruduk hasil dari ekonomi modern seperti IMF, Bank Dunia ataupun perusahaan multinasional yang menjerat Indonesia sebagai negara berkembang masuk ke dalam lumpur korupsi yang memang sudah merajalela.  Akibatnya, hutang luar negeri Indonesia meningkat. Inilah yang menyebabkan negara berkembang bukannya menjadi maju, tapi bisa kembali menjadi negara terbelakang. Karena anak cucu kita terus mewarisi hutang hutang yang bukan dikerjakannya. Pengangguran, kemiskinan atau kemelaratan sudah pasti merupakan hasil akhir dari sistem ekonomi modern ini.

Sistem lain yang perlu kita cermati dalam gerakan pemberantasan korupsi adalah sistem birokrasi yang berbelit-belit merupakan pencetus lahirnya korupsi. Keinginan untuk mendapatkan suatu urusan yang mudah melahirkan apa yang namanya sogokan atau uang pelican. Nah, tidak salah jika kita sebut bahwa cikal bakal dari korupsi itu adalah Birokrasi yang berbelit-belit. Tidak ada jalan selain melakukan Reformasi Birokrasi secara menyeluruh dan membuat suatu standar birokrasi yang transparan dan jelas.

Intinya, untuk melenyapkan korupsi kita harus melakukan perombakan yang benar benar total terhadap sistem sekarang. Memberantas korupsi tidak semudah membalikan telapak tangan. Ketidak berdayaan hukum di mata para penguasa merupakan penghambat yang sangat tangguh dalam pemberantasan korupsi. Komitmen yang lemah dari orang yang dulu meneriakan anti korupsi merupakan penyebab Korupsi semakin hari semakin subur.

Pemberantasan korupsi harus dimulai dari sekarang. Terus lakukan usaha-usaha pencerdasan terhadap masyarakat melalui pendidikan. Upaya-upaya penyadaran akan dampak negatif dari korupsi juga harus ditanamkan kepada masyarakat.

Banyak hal kecil yang kita lakukan yang tanpa sadar bahwa yang kita lakukan itu adalah korupsi. Telat kuliah atau kerja, memakai sarana kampus atau kantor untuk kepentingan pribadi, menyontek saat ujian, dsb.

Marilah kita perbaiki sikap dan pemikiran kita sebelum menjadi penguasa. Karena hukum itu lahir dari hasil pemikiran orang-orang yang berkuasa.  Jika kita penguasa yang adil, rangkullah rakyat untuk menghasilkan suatu kekuatan. Maka produk hukum yang lahir itu akan baik. Karena apa? Karena keadilan itu lahir dari sanubari rakyat! (Pengirim: Berly Surya Dharma)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini