Sukses

Panen Raya Ikan Nila di Sulawesi Selatan

Australian Centre for International Agricultural Research(ACIAR) dan Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar, berhasil melakukan panen raya ikan nila yang pertama di Desa Bontomanai Pangkep, Sabtu(16/7).

Citizen6, Pangkep: Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) dan Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar, berhasil melakukan panen raya ikan nila yang pertama di Desa Bontomanai Pangkep, Sabtu(16/7). Program percontohan yang memanen ikan nila sebanyak empat ton lebih ini, diharapkan mampu meningkatkan produktifitas ekonomi masyarakat Pangkep lewat pemanfaatan lahan-lahan tambak yang telah kosong.

Program ujicoba budidaya ikan nila di danau payau ini, menurut Nana Udi Putra, Perekayasa BBAP Takalar, pada awalnya merupakan program yang telah dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Kementerian memiliki program untuk meningkatkan produktifitas masyarakat pesisir dengan membangkitkan kembali produktifitas dari lahan-lahan tambak yang kosong, sehingga bisa bermanfaat kembali.

Dalam prakteknya, khususnya di Sulawesi Selatan, BBAP Takalar kemudian mensurvey lokasi-lokasi mana saja yang yang ada di Sulsel yang potensial untuk dijadikan sebagai program percontohan khususnya untuk  komoditas non udang. “Secara bersamaan ACIAR sendiri memiliki program yang sama dengan BBAP Takalar, maka kami memutuskan untuk bekerjasama. Dalam program ujicoba ini, kami menggunakan lahan tambak sebesar 0,7 hektar, dengan menyebarkan sebanyak 21 ribu benih ikan nila. Hasilnya sungguh luar biasa, dalam kurun waktu 4 bulan, saat ini kami dapat memanen ikan nila sebanyak 4 ton lebih dengan perkiraan omzet awal adalah sekitar 52 juta lebih,” kata Nana dengan antusias.

Mike Rimmer, Project Manager Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR), mengungkapkan bahwa tujuan utama dalam program ACIAR di Pangkep adalah memberikan pilihan diversifikasi bagi petani tambak. Karena menurut Mike, selama ini petambak hanya familiar dengan udang dan bandeng karena mereka telah membudidayakan spesies ini sejak lama. Sehingga ketika terjadi penurunan produksi udang oleh para petambak tradisional karena wabah penyakit white spot (WSD). Program uji coba komoditas lainnya seperti ikan nila menjadi program alternatif yang diperkenalkan kepada petambak selain budidaya udang.

“Tambak-tambak yang ada di Pangkep memiliki salinitas yang rendah (<10 ppt) dan ikan nila adalah spesies air tawar yang dapat hidup dalam kondisi tersebut. Pertumbuhan udang dengan salinitas rendah akan sangat sulit karena WSD pada umumnya terjadi pada salinitas rendah. Uji coba kami di Aceh telah menunjukkan bahwa ikan nila memiliki daya tahan lebih baik pada salinitas rendah (<20 ppt) dibandingkan bandeng. Namun, pada salinitas yang lebih tinggi (> 20 ppt) bandeng memiliki daya tahan yang lebih baik dibandingkan ikan nila," tambah Mike.

Disisi lain, melihat hasil panen yang sukses tersebut, menurut Mike ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh petambak untuk lebih meningkatkan hasil panen tersebut. Karena ikan nila adalah spesies yang memiliki "nilai rendah", maka sangat penting untuk menjaga biaya produksi tetap rendah, khususnya mengenai pakan. Sehingga sangat penting untuk tidak memberikan pakan terlalu banyak, tetapi bergantung pada produktifitas alami di tambak. Khususnya selama siklus di tahap awal saat ikan masih kecil. Pihaknya bekerja sama dengan Balai Penelitian Budidaya Pantai, Maros, untuk mengembangkan pakan dengan biaya yang lebih rendah dengan menggunakan bahan-bahan pakan lokal yang tersedia. Hal ini untuk menjaga biaya keseluruhan pakan serendah mungkin.

'Pada tahap ini saya merasa bahwa panen sangat berhasil. Namun, kita perlu untuk sepenuhnya menganalisis data, termasuk melakukan evaluasi econmi. Kami berharap bahwa dengan budidaya nila, para petambak dapat mewujudkan keuntungan yang sama dari budidaya udang, namun dengan risiko rendah,” tambah Mike.

Lebih lanjut ia juga menjelaskan bahwa strategi utama ACIAR adalah bermitra dengan lembaga-lembaga yang ada di Indonesia. Untuk proyek tersebut, Mike menjelaskan bahwa ACIAR bermitra dengan Balai Budidaya Air Payau Takalar dan Balai Penelitian Budidaya Pantai, Maros di Sulawesi Selatan. Serta dengan Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee (Aceh), Universitas Gadjah Mada dan Universitas Hasanuddin. Lewat dukungan lembaga mitra di Indonesia, ACIAR berharap dapat membantu mengembangkan keterampilan dan kemampuan mereka untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia.

Nana dari BBAP Takalar sendiri berharap program tersebut, nantinya dapat berkelanjutan dan meningkatkan taraf kehidupan ekonomi masyarakat pesisir yang ada di wilayah Pangkep. Untuk saat ini hasil ikan Nila dari tambak tersebut, telah didistribusikan ke pasar-pasar tradisional yang ada di Sulsel. (Pengirim: Rison Syamsuddin)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini