Sukses

Tata Angkat Harkat Bangsa

Berawal dari visa bebas dari Mekah, pemuda lulusan Pondok Pesantren L'anatush Shibyan, Plered, Purwakarta tahun 2005, Mahmud Supriyatna alias Tata menjadi salah satu pengusaha sukses di Mekah, Arab Saudi.

Citizen6, Jakarta: Mahmud Supriyatna atau Tata adalah pemuda lulusan Pondok Pesantren L'anatush Shibyan, Plered, Purwakarta tahun 2005. Setelah selesai mondok, Tata mengadu nasib di Jakarta. Setelah setahun menggeluti berbagai pekerjaan, dirinya memperoleh informasi tentang visa bebas dari Mekah. Yang dimaksud dengan visa bebas adalah visa pekerja, namun majikan memberi kebebasan kepada yang bersangkutan untuk bekerja di mana saja. Visa bebas ini ditebusnya dengan harga 5000 Real Saudi,  ditambah ongkos tiket Jakarta menuju Jedah dengan harga Rp 3 jutaan, dan ongkos proses keberangkatan di PT. Sehingga total biaya yang dikeluarkannya waktu itu mencapai 30 jutaan.

Pada akhir Februari 2007, Tata yang waktu itu masih lajang terbang ke Saudi Arabia, dan langsung menuju Mekah menemui rekannya yang mengirimi visa bebas. Berkat kenalan dengan warga Mesir di sebuah restoran, dirinya mendapatkan pekerjaan sebagai resepsionis di sebuah hotel yang tidak jauh dari gerbang Universitas Ummul Qura dengan gaji pertama yang diterimanya adalah 1200 Real Saudi (3,6 juta rupiah).

Hotel Fajr, tempatnya bekerja ketika itu belum lama beroperasi dan belum banyak dikenal pelanggan. Sampai tahun 2010, Tata bekerja sebagai resepsionis dengan gaji terakhir 1500 Real Saudi. Setelah tiga tahun bekerja, akhirnya Tata bisa pulang kampung, tentunya dengan membawa keberhasilan. Dengan sejumlah dana yang dibawanya, Tata bisa membeli rumah, beberapa bidang tanah dan beberapa petak sawah produktif. Selama cuti tiga bulan dari pekerjaannya sebagai resepsionis di Hotel Fajr, Tata mengakhiri masa lajang dengan menikahi gadis Jawa Timur yang dikenalnya di Jakarta sebelum berangkat ke Mekah. Berbekal visa bebas yang ditebus seharga 6000 Real Saudi (18 juta rupiah), Tata memboyong isterinya ke Mekah.

Pada musim haji 2011, Tata memutuskan keluar dari Hotel Fajr untuk bekerja sebagai pemandu haji selama di Mekah. Jamaah haji yang dipandunya kebanyakan berasal dari Singapura. Pekerjaannya sebagai pemandu digelutinya selama tiga mingguan, dengan pendapatan per hari 100 USD. Usai bekerja sebagai pemandu, dirinya juga pernah bekerja sebagai pemasok makanan khas Indonesia ke berbagai toko yang berada di lingkungan pemondokan jemaah haji Indonesia. Makanan seperti pukis, martabak, kerupuk, rengginang, rempeyek, dadar gulung dan lemper, diproduksi sendiri olehnya dengan melibatkan dua orang tenaga kerja yang digaji per hari 50 Real Saudi. Pekerjaan ini dilakoninya hingga akhir musim haji. Dari pekerjaan yang dilakoninya secara mandiri tersebut, baik sebagai pemandu, pemasok, sekaligus memproduksi sejumlah makanan Indonesia selama musim haji, Tata memperoleh 50 ribu Real Saudi (150 juta rupiah).

Selesai musim haji, Tata ditawari kerja kembali di Hotel Fajr. Kali ini sang manajer menawarkan dua pilihan: sebagai karyawanan untuk mengelola Coffee Shop, atau sebagai penyewa. Sebagai karyawan, dirinya mendapatkan gaji seperti sebelumnya, yaitu 1500 Real Saudi. Tata meminta 2000 Real Saudi tapi sang manajer tidak setuju. Akhirnya pilihan kedua diambilnya, yaitu dengan menyewa Coffee Shop seharga 1000 Real Saudi per bulan. Dengan mengambil pilihan kedua, Tata bukan lagi sebagai karyawan tetapi sebagai Juragan Coffee Shop yang  mampu menggaji seorang warga Bangladesh sebesar 300 Real Saudi. Gaji yang diberikannya, hanya selisih 50 Real Saudi dengan gaji yang diterima oleh karyawan Dallah Barokah milik Milyarder Saudi, Saleh Kamil yang bekerja di katering yang memasok makanan di Universitas Ummul Qura, tempat penulis mengikuti pelatihan selama 45 hari.

Di wilayah Aziziyyah, Tata hidup berdua dengan isteri tercintanya di sebuah rumah sewaan, yang per bulannya 700 bersih. Rumah dengan dua kamar ini sekaligus dijadikan pusat produksi aneka makanan ringan yang sehari - hari dipasok ke warung Jawa (Warung yang menyediakan aneka makanan Indonesia). Di luar musim haji makanan yang diproduksi hanya berupa kerupuk saja. Dengan penghasilan kotor per bulan 6000 Real Saudi, dirinya bisa hidup sejahtera bersama isteri tercinta, dan secara rutin mentransfer sejumlah dana kepada kedua orang tua di kampung halaman. Keberadaannya di Hotel Fajr Aziziyyah, Mekah, tentunya telah mengubah citra orang Saudi terhadap bangsa Indonesia yang mayoritas bekerja sebagai supir atau pembantu rumah tangga (PRT). Kini Tata sejajar dengan manajer hotel tempat ia bekerja dulu, bahkan bisa dikatakan lebih terhormat, karena dirinya sekarang telah menjadi " juragan " yang menggaji orang, sementara sang manajer masih tetap sebagai orang upahan. (Pengirim: Saifullah Kamalie).


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.