Sukses

Soft Power Diplomasi Ala SBY

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di dampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono menguraikan peran Indonesia dalam proses reformasi dan transformasi di negara Nay Pyi Taw, Myanmar.

Citizen6, Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di dampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono menguraikan peran Indonesia dalam proses reformasi dan transformasi di negara Nay Pyi Taw, Myanmar.

Uraian yang disampaikan Presiden SBY, pada Rabu 24 April 2013 pagi waktu setempat tersebut didasarkan atas kepercayaan rakyat Indonesia kepadanya untuk menjadi Presiden RI pada akhir 2004 lalu dengan menggunakan soft power diplomacy. Langkah ini dilakukan agar negara yang diberi julukan dengan Tanah Emas, terbebas dari bayangan embargo dan mendukung secara penuh pembangunan bangsa, penegakan hukum serta hak asasi manusia di negara tersebut.

Menyikapi permasalahan ini, penulis menilai, upaya ini merupakan bukti nyata keseriusan SBY dalam menciptakan Asia yang damai melalui jalur soft power. Dilihat secara historis, kedua negara memang memiliki latar belakang yang sama. Sebelum 1998 misalnya, ketika Indonesia masih berada di bawah kekuatan militer, anggota Kongres Amerika Serikat, Jim McDermott memandang Indonesia sebagai model negara demokrasi yang baik. Mengingat Indonesia baru merasakan demokrasi sesungguhnya setelah reformasi 1998.
   
Selama ini Indonesia terus berupaya menciptakan stabilitas dan mendukung proses demokratisasi dan "Nation Building". Tak mengherankan ketika melakukan lawatannya, Alumni AKABRI 1973 ini, melakukan pembicaraan dengan Presiden Myanmar U Thain Sein di Nay Pyi Taw, terkait peningkatan hubungan kerja sama ekonomi dan perdagangan kedua negara. Hal ini kemudian diperkuat dengan penandatanganan dokumen kerja sama.

Isi kesepakatan tersebut di antaranya menyetujui kerangka investasi dan perdagangan, serta memorandum kesepakatan eksploitasi tenaga manusia dan beras. Komitmen lainnya meningkatkan volume perdagangan bilateral kedua negara hingga 1 miliar dolar Amerika.

Meski Myanmar menempati posisi sebagai salah satu negara anggota ASEAN, yang saat ini sedang dalam proses reformasi politik dan ekonomi, hubungan bilateral antara Indonesia-Myanmar telah terbukti tetap kokoh, bahkan situasi ini menjadikan keduanya salah satu mitra perdagangan utama dalam tingkat regional. Tercatat hingga akhir 2012, Indonesia telah menginvestasikan 24 juta dolar Amerika di Myanmar, dan volume perdagangan bilateral pada tahun yang sama, tercatat sebesar 39 juta dolar Amerika.

Keberadaan negara dengan julukan zamrud khatulistiwa, bagi negara dengan seribu pagoda memiliki arti penting dalam mendorong upaya pemerintah ini menuju negara demokrasi. Langkah yang ditempuh salah satunya dengan melakukan pendekatan diplomasi. Upaya ini diambil untuk mencegah terjadinya konflik berkepanjangan dan mewujudkan komunitas ASEAN 2015.

Proses menuju keterbukaan di Myanmar secara langsung telah memberikan peluang bagi Indonesia untuk melakukan pengembangan kerjasama di segala bidang termasuk kerjasama pengembangan ekonomi. Sangat wajar bila pemerintah Indonesia giat mendorong BUMN untuk bersinergi dalam melakukan eksplorasi bisnis dengan cara memanfaatkan peluang bisnis di Myanmar.

Relaitas ini menunjukan bahwa soft power telah terbukti mampu memainkan perannya dalam peningkatan hubungan bilateral dan saling ketergantungan antara negara yang awalnya mengalami konflik, menjadi mitra kerja. Bukan hanya di level Asia Tenggara, soft power yang dikumandangkan SBY, juga telah menempatkan posisi stragis. Terbukti dengan keikutsertaan Indonesia diberbagai organisasi Internasional seperti G-20.

Penulis meyakini, sebuah komunitas tak akan bisa terwujud tanpa adanya peran dari masyarakat ASEAN itu sendiri. Untuk itu, masyarakat ASEAN dituntut harus mampu menjadi bagian dari usaha ini agar komunitas terbentuk dengan solid, dan tercapai tujuan bersama masyarakat ASEAN.

Pembentukan Komunitas ASEAN ini sendiri, terjadi akibat adanya pemikiran, bahwa Asia Tenggara akan tertinggal jauh dari pesatnya ekonomi negara China dan India. Pertemuan ini sekaligus menandakan sesuatu yang penting dan tonggak sejarah bagi ASEAN sejak berdiri 1967 dan telah menempatkan Asia sebagai salah satu kekuatan dunia.

Kenyataan ini terlihat dari peran Asia menjadi bagian dari solusi krisis perekonomian global dewasa ini. Selama ini Yudhoyono senantiasa menekankan keutamaan dukungan dan partisipasi masyarakat bagi pencapaian dan kemajuan tiga pilar Komunitas ASEAN.

Inilah yang melatarbelakangi penilaian penulis kepada SBY dalam mendesak dunia usaha, baik BUMN maupun swasta untuk memanfaatkan peran besar Indonesia dalam proses reformasi dan transformasi di Myanmar. Yaitu
dengan memanfaatkan peluang kerjasama dan kemitraan di bidang ekonomi dan investasi di negara tersebut.

Disisi lain, Myanmar saat ini bagaikan negara yang terbangun dari tidur panjangnya. Sepatutnya pengusaha Indonesia cekatan dalam memanfaatkan momentum ini dengan sebaik-baiknya dengan berani melakukan ekspansi usaha ke negeri seribu pagoda tersebut. (Ferry Ferdiansyah/Mar)


Ferry Ferdiansyah adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Mercu Buana, yang juga seorang pewarta warga.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke citizen6@liputan6.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini