Sukses

Membangun Papua dengan Cara Papua

Masalah di Papua bukanlah keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI

Citizen6, Jakarta:  Ironis sekali bila melihat keadaan yang ada di Indonesia ini, bahwa tuntutan jaman membutuhkan otonomi daerah yang diharapkan dapat membuat daerah menjadi mandiri dalam peningkatan kualitas daerahnya masing-masing, namun tidak bisa dipungkiri bahwa otonomi daerah ini juga akan membawa pada ketimpangan-ketimpangan ekonomi dan perang bisnis kepentingan yang hanya akan menyebabkan konflik. Selain itu, campur tangan pihak asing dalam penanaman modal dan privatisasi public goods juga semakin lancar, dan pemangku birokrasi cenderung melegitimasikan hal tersebut. Sejak sepuluh tahun lalu, pemerintah pusat mulai menerapkan otonomi khusus Papua, sebagai solusi percepatan pembangunan di daerah Papua, termasuk mengatasi berbagai keresahan sosial. Hasil otonomi khusus bukannya mensejahterakan masyarakat Papua, yang ada justru memunculkan perilaku korup para pejabat di daerah yang sangat mungkin bekerjasama dengan stake holder lainnya dan pihak asing. Perlu otokritik semua pihak, karena sesungguhnya masalah di Papua bukanlah keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI, sebab berdasarkan sejarah dan keinginan rakyat Papua bahwa Papua bagian dari NKRI sudah menjadi harga mati. Jadi jika ada sebagian kecil masyarakat (OPM) yang berteriak ingin memisahkan diri itu tak lain karena publikasi pihak asing yang terus ingin menginternasionalkan isu Papua, karena kita semua tahu begitu besarnya kepentingan asing di Papua.

 Persoalan Papua sebenarnya adalah permasalahan ketidakadilan, mulai dari penguasaan sumberdaya alam oleh asing dengan pengelolaan dalam negeri, pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta  elit pejabat daerah dengan masyarakat. Potensi konflik komunal, maupun gangguan keamanan yang dilakukan oleh kelompok kecil bersenjata (patut diduga merupakan gerombolan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang diarahkan pada warga sipil maupun sektor industri kadang terjadi dalam skala dan intesitas terbatas di wilayah tertentu. Persoalan dugaan adanya pelanggaran HAM di Papua masih menjadi atensi dan pintu masuk  perhatian pihak asing baik dari kalangan civil societynya maupun dari kalangan pemerintahan itu sendiri. Bahkan, masalah Papua sudah dibahas dalam pertemuan Melanesian Spearhead Group (MSG), dimana delegasi MSG melakukan kunjungannya ke Papua. Persoalan di Papua akan terus menjadi perhatian asing, sehingga penanganan masalah Papua tidak boleh gradual, namun harus komprehensif.

 Menjelang berlangsungnya KTT Pacific Island Forum (PIF) ke 44, sudah dapat dipastikan akan dimanfaatkan oleh gerakan-gerakan separatis Papua dari  Australia West Papua Associfion yang mulai muncul di permukaan, dan diprediksi akan mendesak pimpinan PIF agar mengangkat isu-isu mengenai pelanggaran HAM di papua. Tuduhan- tuduhan seperti pelanggaran HAM di Papua tentu bukanlah barang baru yang di pakai pihak asing untuk menandakan atensi mereka terhadap keutuhan NKRI, kasus Papua memang begitu kompleks dan berdimensi banyak. Di satu sisi ada masalah kesenjangan yang memang benar-benar  terjadi, sehingga hasil pembangunan  tak banyak dirasakan rakyat Papua, kecuali hanya segelintir elit saja. Di sisi lain, memang harus diakui adanya kekuatan asing yang bermain di sana dengan memanfaatkan orang-orang lokal. Jadi, jelas ada intervensi dan penetrasi asing secara terselubung di Papua. Salah satunya dengan memanfaatkan isu kesenjangan rakyat Papua dengan hasutan isu merdeka dari NKRI.

Pemerintah haruslah lebih tanggap dalam membaca gerakan ini. Padahal, walaupun sekarang gerakan itu masih kecil, pada saatnya akan membesar menjadi sebuah gerakan yang melibatkan internasional. Inilah yang harus diwaspadai dan dicermati oleh pemerintah dari sekarang. Tugas utama pemerintah sekarang adalah memperbaiki daerah Papua agar tidak menjadi isu internasional. Sebab, apabila pihak asing mengetahui kelemahan yang terjadi di daerah Papua, maka mereka  akan melakukan berbagai cara dan jalur untuk meraih banyak keuntungan. Segelintir oknum tokoh/rakyat Papua yang bernafsu untuk berpisah dari NKRI menggunakan strategi dengan  cara diplomasi yang melibatkan dunia internasional. Upaya ke arah itu sekarang sudah dimulai dengan munculnya dukungan dan keterlibatan sejumlah anggota parlemen di Inggris melalui berbagai forum yang mendorong Papua supaya jadi kasus internasional. Pemerintah pusat tidak boleh menganggap remeh kasus Papua. Gerakan sparatis yang dimotori kekuatan asing akan terus bekerja. Sejumlah tokoh Papua yang mendukung separatis kini sudah disebar di sejumlah negara di luar negeri seperti Australia, Amerika Serikat, Inggris, Eropa, dan lain-lain. Oleh karena itu pemerintah pusat sebaiknya tidak memberi celah agar gerakan ini tidak makin meluas. Secepatnya perlu dibangun komunikasi yang terus menerus dan membicarakannya dengan kepala dingin berbagai persoalan yang sedang dihadapi rakyat Papua. Masalah Papua bukan hanya masalah administratif, melainkan juga ada masalah kultural. Kebijakan otonomi khusus memang sudah menegaskan perlindungan terhadap hak masyarakat Papua,selain penghormatan terhadap hak asasi manusia dan hak ekonomi masyarakat Papua. Sejak sepuluh tahun kebijakan otsus itu diberlakukan di papua, kesenjangan ternyata masih cukup terasa. Inilah momentum pemerintah  untuk segera melakukan evaluasi total. Mungkin ada yang salah dalam pelaksanaannya, termasuk faktor adanya penyelewengan dana otsus yang melibatkan stake holder di daerah maupun di pusat. Melihat kompleksnya persoalan Papua, diperlukan keterlibatan semua elemen kepentingan, termasuk para akademisi untuk melakukan berbagai kajian dan penelitian agar penyelesaian Papua tidak salah arah dan salah kaprah. Mari kita lihat Papua secara utuh. Jangan hanya dilihat dari satu unsur saja, misalnya, soal adanya tindak kekerasan dan perang antar suku di sana. Sebab, bisa jadi, semua itu muncul karena ada faktor yang mendukungnya, mulai dari faktor kesenjangan ekonomi sampai ke masalah kesenjangan budaya yang belum bisa mereka ikuti atau mereka terima. Terutama, dengan mulai masuknya industrialisasi di sana.    
    
    Semakin daerah tersebut mengalami krisis dan konflik, maka pihak asing akan semakin dengan mudah mengadu domba antara rakyat Papua dan pemerintah. Dengan begitu, pihak asing dengan mudah menanamkan saham dan ideologi mereka ke rakyat Papua. Ideologi neoliberalisme yang semakin tertanam dan mengakar juga perlu dicermati. Kasus Freeport merupakan salah satu contoh pihak asing yang semakin menguatkan sahamnya di dalamnya. Solusi dalam mengurai persoalan Papua yaitu sebagai berikut ini : Pertama, Pemerintah pusat maupun daerah sesegara mungkin mewujudkan kesejahteraan di Papua. Dibutuhkan langkah cepat, tepat dan terkoordinasi dengan baik. Jangan sampai dana otsus atau alokasi dana lain untuk Papua bocor dimana-mana dan menyebabkan frustasi masif masyarakat Papua yang berhak menerimanya. Upaya mewujudkan kesejahteraan juga harus dibarengi dengan komunikasi berkelanjutan antar pemerintah dengan berbagai elemen masyarakat, terutama dengan mereka yang saat ini berada di titik rawan konflik Papua. Kedua,  Pemerintah Pusat maupun Daerah  harus cekatan membangun hubungan positif dengan media terkait dengan implementasi otsus Papua. Hubungan media ini menjadi strategis dalam mengendalikan opini publik terutama yang dikonstruksi oleh media-media nasional, regional maupun global. Bukan sekedar dengan cara protektif  terhadap isu Papua, melainkan membangun pemahaman bersama di antara pemerintah, masyarakat Papua dan media massa. Ketiga, Pemerintah dengan dukungan berbagai elemen bangsa  harus terus mengintensifkan kerja-kerja lobi dan diplomasi di dunia internasional. Terutama untuk mengantisipasi kerja-kerja kelompok kecil yang memperjuangkan Papua merdeka. Hal ini, bisa dilakukan melalui hubungan baik dengan berbagai negara di dunia. Upaya lobi dan diplomasi ini penting untuk mereduksi efek persepsi negatif yang terbangun di dunia karena isu-isu Ham yang diusung tokoh-tokoh OPM. Keempat, membangun Papua dengan cara Papua, Biarkan rakyat Papua yang sudah memutuskan hidup dan mati sebagai NKRI dengan caranya sendiri, sehingga kearifan lokal yang dimilki menjadi kekuatan kearifan nusantara, karena sesungguhnya Papua tidak cocok dengan budaya asing yang coba mempengaruhinya. (Arman Ndupa/kw)

Arman Ndupa, Penulis Alumni Pascasarjana KSI UI dan Analis Kajian Strategis Nusantara Bersatu adalah pewarta warga

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan,
wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

Mulai 10-20 September ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Komunitasku Keren!". Ada merchandise eksklusif bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.



* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • opm
    <p style="text-align: justify;"><span style="font-size:14px"><span style="font-family:arial,helvetica,sans-serif">OPM mengandung Omeprazole.&nbsp;OPM merupakan obat yang digunakan untuk mengobati masalah perut tertentu dan masalah kerongkongan.&nbsp

    OPM

  • Papua