Sukses

Terapi Obat, Salah Satu Cara Atasi Kecanduan

Adiksi merupakan penyakit otak yang bersifat kambuhan dan sifatnya menahun, serta tidak dapat disembuhkan tapi dapat dikontrol (pulih).

Citzien6, Jakarta: Belakangan ini kata kecanduan atau adiksi semakin popular. Ada yang dibilang sebagai drug addict, game addict, internet addict, bahkan sampai shopping addict. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan kecanduan?

Secara umum, orang mengenal istilah kecanduan bila seseorang memiliki kegilaan yang tidak dapat ditoleransi terhadap suatu hal/benda. Misalnya, anak laki-laki yang kerajingan main game di komputer hingga bolos sekolah dan tidak mau keluar kamar. Atau yang paling sering muncul beritanya di tv adalah kecanduan narkoba, karena sekali mencoba jadi bikin ketagihan.

Istilah adiksi berarti kecanduan atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap suatu zat. Adiksi merupakan penyakit otak yang bersifat kambuhan dan sifatnya menahun, serta tidak dapat disembuhkan tapi dapat dikontrol (pulih). Adiksi bisa menyangkut berbagai macam hal/zat, termasuk salah satunya adiksi napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya).

Contoh zat yang termasuk napza antara lain: heroin, putauw, ganja, kokain, ekstasi, shabu, pil BK/benzo. Layaknya penyakit lain, adiksi juga memiliki gejala, menimbulkan penderitaan dan memerlukan pengobatan.

Seseorang dengan adiksi napza misalnya, akan mengalami perubahan perilaku sebagai gejala penyakitnya. Perubahan perilaku yang terlihat antara lain sering berbohong, mudah marah/tersinggung, berkata kasar, perawatan diri kurang, serta melakukan tindak kekerasan hingga kriminal. Hal tersebut tentunya menimbulkan penderitaan, tidak saja bagi orang dengan adiksi tersebut tapi juga keluarga dan lingkungan sekitarnya. Itulah mengapa penting untuk memberikan pengobatan pada orang dengan masalah kecanduan.

Orang dengan adiksi bisa diumpamakan seperti orang yang menderita penyakit diabetes melitus dimana seseorang mengalami gangguan/kerusakan pada organ pankreas sehingga tubuh tidak dapat mengontrol kadar gula darah. Maka orang tersebut membutuhkan obat untuk dapat mengontrol gula darahnya agar organ dan sistem di tubuhnya dapat berfungsi dengan baik. Atau seperti orang dengan hipertensi yang membutuhkan obat untuk dapat mengontrol tekanan darahnya. Orang dengan adiksi juga butuh obat untuk mengatasi gangguan pada otaknya, dimana selalu timbul keinginan untuk menggunakan zat dan memperoleh kenikmatan.

Sebagai gambaran, umpama saya disodori sekilo putauw, maka saya tidak akan tergiur untuk menggunakannya, karena saya bukan seorang pecandu. Tapi pada klien yang kecanduan putauw, jangankan disodori, sekedar membayangkan atau teringat dengan hal yang
berhubungan dengan putauw saja sudah dapat menimbulkan keinginan (yang tidak dapat terbendung) untuk mendapatkan dan menikmati zat tersebut.

Itulah mengapa tingkat kriminalitas tinggi pada orang dengan adiksi. Karena mereka akan melakukan segala cara untuk mendapatkan zat tersebut, termasuk merampok, mencuri bahkan melakukan kekerasan/pembunuhan. Keinginan yang muncul, yang berlanjut menjadi tindakan kriminal misalnya, bukanlah sesuatu yang disengaja oleh para pecandu napza. Orang-orang ini memang betul-betul mengalami gangguan pada fungsi otaknya sehingga tidak dapat mengendalikan diri dari usaha pemenuhan kebutuhan akan obat demi mendapatkan kesenangan.


Bagaimana mengatasi Adiksi?

Adiksi bermacam-macam jenisnya. Untuk itu, terapi yang tersedia pun ada banyak jenisnya. Untuk napza sendiri contohnya, jenis terapi ini tergantung dari jenis zat yang dipakai paling banyak/paling menyebabkan ketergantungan. Karena biasanya seseorang dengan adiksi tak hanya menggunakan satu jenis zat saja, tapi juga bersama dengan zat lainnya. Ada jenis terapi yang menggunakan obat dan non obat.

Dengan obat biasanya menggunakan zat pengganti/substitusi yang lebih aman seperti metadon, buprenorfin, subokson (bubrenorfin + nalokson) atau penggunaan obat lain untuk mengurangi penderitaan selama proses pengurangan penggunaan zat.

Untuk non obat berupa terapi perilaku (berkelompok) di mana pasien dibimbing untuk hidup normal tanpa menggunakan zat (napza) dengan berbagai kegiatan yang membangun. Kegiatan terapi untuk adiksi bisa dilakukan baik rawat inap maupun rawat jalan.

Salah satu terapi rawat jalan untuk adiksi dengan menggunakan obat adalah metadon yang merupakan terapi subtitusi khusus untuk ketergantungan zat opioid (putaw atau heroin) yang biasanya disuntikkan. Untuk mengonsumsi metadon diperlukan alat bantu berupa jarum suntik. Tapi masalah yang muncul adalah, para pecandu putauw ini karena berbagai alasan menggunakan jarum suntik secara bergantian. Hal ini merupaka faktor resiko penularan penyakit HIV/AIDS dan Hepatitis C.

Metadon adalah terapi yang aman dan legal. Dengan metadon, klien dapat hidup selayaknya orang normal, aktif di siang hari dan dapat beristirahat di malam hari. Klien dalam terapi metadon tetap dapat bekerja, mengendarai kendaraan bahkan mengoperasikan mesin
sekalipun. Dengan metadon, klien diharapkan dapat mengatasi suges (keinginan untuk menggunakan zat) dan sakaw (gejala putus zat, seperti ngilu-ngilu di badan).

Dosis metadon disesuaikan dengan kebutuhan pasien di bawah pengawasan petugas kesehatan dan diberikan setiap hari, karena metadon bekerja selama 24 jam. Selain pemantauan dosis, klien metadon juga mendapatkan terapi psikologi untuk mendukung proses pemulihannya.

Saat  ini, layanan yang dapat memberikan metadon masih terbatas pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah, baik di Puskesmas maupun rumah sakit tertentu (hingga 2013 ada sekitar 40 layanan di seluruh Indonesia). Sehingga untuk saat ini klien masih harus datang setiap hari untuk mendapatkan metadon hanya di tempat-tempat tersebut.

Dengan minum metadon tentunya klien tidak perlu lagi menyuntik zat ilegal yang berbahaya sehingga kemungkinan tertular atau menularkan HIV-AIDS dan hepatitis C pun berkurang. Klien juga dapat menjalani hidup yang normal dan kembali ke fungsi sosialnya lagi, seperti bekerja/sekolah.

Selain itu, hubungan dengan keluarga dan masyarakat membaik dan tingkat kriminalitas karena penggunaan napza pun akan menurun. Karena klien sudah stabil dan terkontrol (pulih). Jadi, lindungi diri Anda dan keluarga dari bahaya kecanduan, dan bantulah mereka yang perlu pertolongan dengan mendatangi layanan kesehatan agar terbebas dari penderitaan seorang pecandu.( dr Lusia Sirait/Mar)

dr Lusia Sirait adalah pewarta warga.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.



* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini