Sukses

Gonjang-ganjing Papua, Siapa Saja Bermain?

Pendukung Papua Merdeka Membesar, Intelijen Lumpuh?

Citizen6, Jakarta: Dengan berbagai cara, beberapa kelompok masyarakat di Papua yang tidak puas dengan integrasi Papua ke Indonesia ataupun tidak puas dengan output pelaksanaan pembangunan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat Papua yang didanai oleh dana otonomi khusus ataupun dana-dana bantuan pemerintah lainnya telah mengkritisinya baik secara ilmiah yang disuarakan oleh organisasi mahasiswa formal seperti PMKRI ataupun yang disampaikan dengan penuh nuansa sikap anti integrasi terutama yang disampaikan OPM dan jejaringnya di berbagai lini masyarakat Papua, walaupun penulis sangat yakin bahwa sebagian besar masyarakat Papua masih konsisten dan menjaga integritas Papua dalam wilayah NKRI, karena memang tindakan separatis tidak dibenarkan dalam hukum internasional sekalipun.

Secara ilmiah, PMKRI Kota Jayapura telah membuat masukan kepada Gubernur Papua dan Gubernur Papua Barat yang meminta mereka menghentikan semua usulan pemekaran dan melakukan evaluasi terhadap kebupaten pemekaran yang tidak produktif. PMKRI menilai pemekaran wilayah di tanah Papua selama ini tidak memberikan dampak positif bagi masyarakat, namun justru memicu terjadi konflik. PMKRI Kota Jayapura mengklaim, tanah Papua telah dimekarkan menjadi hampir 40 kabupaten dalam selang waktu 10 tahun, namun angka kemiskinan, konflik horizontal, gizi buruk, masalah pendidikan dan pelanggaran HAM masih terus terjadi. Pemekaran tidak dibutuhkan rakyat Papua, yang harus dilakukan adalah mendorong pemimpin birokrasi di Papua dan Papua Barat untuk memaksimalkan pembangunan, karena pembangunan yang tidak berjalan efektif akan menimbulkan ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintah.

Terkait masalah ini, penulis berpendapat bahwa usulan yang disampaikan PMKRI Cabang Jayapura ini sebuah usulan yang wajar dan apabila Pemerintah obyektif, maka usulan tersebut patut dipertimbangkan, artinya ada sikap dari Pemerintah Pusat cq Kemendagri dan Kementerian-Kementerian lain untuk sementara tidak menambah lagi jumlah kabupaten baru.

Dari sisi kebutuhan pengamanan daerah agar setiap jengkal tanah di Papua terawasi, maka semakin besar jumlah Kabupaten akan berarti semakin besar julah unit Polri, TNI dan intelijen yang dapat dihadirkan di kawsan Papua. Hal ini juga penting, karena masalah keamanan bagi kawasan Papua masih merupakan persoalan yang perlu menjadi prioritas penanganan. Hal ini rasanya bukan sesuatu yang tidak disadari oleh organisasi-organisasi yang ada di Papua seperti PMKRI. Oleh karena itu sikap PMKRI  Jayapura yang bernada menentang konsep pemekaran daerah, selain secara obyektif benar, juga PMKRI pada dasarnya juga dalam rangka mendesak agar jumlah TNI dan POLRI berkurang bahkan ditarik dari Papua.

Dalam kemungkinan seperti itu, maka penulis merasa khawatir bahwa organisasi mahasiswa yang seharusnya berwawasan nasional seperti PMKRI, ternyata pandangan, sikap dan tindakannya sudah terinfeksi dengan pikiran-pikiran kelompok yang tidak menghendaki integrasi Papua kepada RI, karena sebelumnya menurut catatan penulis, usulan penghentian pemekaran Papua juga disampaikan Socrates Sofyan Yoman yang jika dianalisis secara konten atau wacananya, sarat dengan nada-nada atau suara anti integrasi Papua ke NKRI.

Pendukung Papua Merdeka Membesar, Intelijen Lumpuh ?

Diakui atau tidak, kelompok pendukung Papua Merdeka yang tergabung dalam OPM ataupun menjadi simpatisannya terus berkembang di Papua, yang menunjukkan kegiatan penggalangan dan kegiatan territorial tampaknya kurang maksimal dilaksanakan di Papua, terbukti ada informasi (walaupun harus dicek kebenarannya) bahwa pada 17 Oktober 2013 di Kampung Air Besar, Distrik Fakfak Tengah, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, berlangsung prosesi pengukuhan struktural TPN-OPM di Kabupaten Fakfak yang diikuti 150 orang dari Distrik Kramamongga, Fakfak Barat, Fakfak Tengah dan Fakfak Timur yang dilakukan secara adat dan agama. Sebelumnya, mereka mengukuhkan pengurus di Serui pada 15 Oktober 2013, Sorong (16 Oktober) dan Merauku pada 18 Oktober 2013. Fakfak menjadi target pergerakan kelompok TPN-OPM karena masih banyak masyarakat memilih NKRI daripada berjuang untuk merdeka.

Menurut penulis, apabila pengukuhan pengurus TPN-OPM di Papua ini benar-benar terjadi maka kondisi tersebut menggambarkan bahwa intelijen TNI, Polri dan jajaran intelijen lainnya benar-benar sudah lumpuh, karena peristiwa seperti ini dapat berlangsung dengan “aman dan sukses” tanpa ada pencegahan dari institusi manapun yang diberi wewenang konstitusional oleh negara, padahal kegiatan tersebut sudah merupakan gangguan keamanan yang tidak perlu ada pertimbangan apapun untuk menumpas atau menindaknya secara tegas.

Belum lama ini di halaman Museum Negeri Papua, Expo Waena, Papua, Buchtar Tabuni Ketua Umum Parlemen Nasional West Papua mengadakan jumpa pers menyikapi masalah perizinan dari pihak kepolisian terkait rencana aksi unjuk rasa di Makam Theys. Dalam jumpa persnya Buchtar Tabuni menyatakan keberatannya atas larangan pihak kepolisian terkait aksi di Lapangan Makam Theys Sentani. Menurutnya, TNI/Polri sengaja memasang tenda-tenda di Lapangan Makam Theys Sentani dan melakukan kegiatan untuk mengagalkan kegiatan KNPB.

Sementara itu, terkait kegiatan lobi luar negeri Buchtar Tabuni menambahkan, Andrew Smitt, Ketua Umum Pusat Internationalism Parliament of West Papua telah melakukan pertemuan dengan beberapa partai di Kerajaan Inggris dan sedang membahas permasalahan Papua yang terjadi saat ini. Jika yang disampaikan Buchtar Tabuni bukan merupakan propaganda kelompoknya, maka keterlibatan Andrew Smitt harus dipandang dan menjadi bukti adanya permainan pihak asing dalam konflik yang terjadi selama ini di Papua, dengan tujuan beragam mulai dari pencurian SDA Papua sampai kepada ketahanan energi masa depan dari pihak asing tersebut.

Di tempat dan saat yang terpisah, KNPB dalam jumpa persnya menilai pihak kepolisian telah menghalang-halangi aksi KNPB dengan melakukan pemblokiran di beberapa titk kumpul khususnya di Kabupaten. Jayapura. Sikap Kapolres Jayapura dan Wakil Bupati Jayapura yang otoriter harus dikoreksi dan ke depannya diharapkan dapat membuka ruang demokrasi di Kabupaten Jayapura, sehingga rakyat dapat memilih ikut Indonesia atau melakukan referendum.

KNPB menilai, Indonesia adalah negara demokrasi, sehingga jangan hanya dijadikan sebagai tameng/topeng untuk menjaga nama baik di tingkat internasional, namun pelaksanaannya di Papua tidak berjalan. KNPB menginginkan implementasi demokrasi benar-benar dilaksanakan di Papua, dan akan berjuang secara profesional di bawah penanggung jawab PNWP.

Dari pernyataan ataupun kegiatannya selama ini, penulis menilai Komite Nasional Papua Barat (KNPB) adalah organ politik yang pada dasarnya sebuah perwujudan perlawanan politik terhadap Pemerintah Pusat. Persoalannya menjadi sangat mendasar bagaimana kelahiran organisasi ini dan legalitasnya, sehingga praktis KNPB bisa jadi merupakan pengejawantahan/wujud nyata organisasi OPM yang secara terbuka bisa tampil dalam masyarakat. Yang terjadi di Papua selama ini adalah segala simbul demokrasi yang pada prakteknya hanya akan dimanipulasi oleh mereka yang anti integrasi, sebaiknya tidakan represi hanya satu-satunya sarana untuk menghilangkan gerakan anti integrasi. RI harus sudah bertekad menghadapi masalah Papua seperti Pemerintah Maroko menghadapi Gerakan Sahara Barat, Perancis menghadapi Kelompok Basque, India menghadap Kashmir,  Myanmar menghadapi suku Karen dan berbagai negara Afrika menghadapi suku-suku yang bersikap separatis dinegaranya. (Masdarsada, MSi / kw)

*) Masdarsada, MSi adalah alumnus pasca sarjana KSI Universitas Indonesia dan pengamat masalah Papua serta daerah konflik lainnya. Tinggal di Jakarta

Mulai 16 Oktober-1 November ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "6 Alasan Aku Cinta Indonesia". Ada merchandise eksklusif bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.



* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini