Sukses

Kerukunan Umat Agama dalam Demokrasi

Demokrasi dan kerukunan antar umat beragama ialah dua sisi mata uang. Meskipun berbeda, keduanya tidak bisa dipisahkan.

Citizen6, Depok: Demokrasi dan kerukunan antar umat beragama ialah dua sisi mata uang. Meskipun berbeda, keduanya tidak bisa dipisahkan karena memiliki nilai yang sama dan sebanding.

Di berbagai wilayah di dunia, kita sedang menyaksikan kebangkitan gerakan-gerakan keagamaan untuk memperkokoh pembentukan sistem sosial dan politik yang lebih demokratis. Agama menjadi media yang baik untuk memberi pemahaman tentang demokrasi. Sementara di pojok-pojok dunia yang lain, keduanya saling berbenturan. Agama tidak jarang dijadikan sebagai alat provokasi dan bahkan sebagai justifikasi.  

Kita memilih demokrasi sebagai alat "berkomunikasi" bernegara karena, hanya dengan demokrasi, hak-hak kelompok minoritas dilindungi. Sejak zaman Nabi Adam, tak pernah ada pelarangan terhadap keyakinan yang berhasil. Pelarangan, bahkan pembantaian terhadap pemeluknya sekalipun, mungkin menurunkan aktivitas pemeluknya. Tapi keyakinan mereka tak bisa diubah.

Dalam sebuah acara dialog di Semarang, seorang petinggi pemerintahan mengatakan kepercayaan atau agama baru sebagai penyebab konflik antar-umat beragama yang belakangan kerap terjadi. Agama yang menyerupai tapi tidak sama dengan agama mayoritas itu, kemudian menyulut kemarahan, terutama umat Islam yang mayoritas.

Dalam hubungannya dengan demokrasi yang dipahami sebagai kekuasaan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, rakyatlah yang berdaulat. Dalam bingkai politik yang disepakati, semua anggota yang ada dalam komunitas atau wilayah pemerintahan akan diperlakukan sama, tanpa membedakan agama, suku atau kepercayaannya, termasuk kepercayaan atau agama baru yang minoritas.

Agama merupakan sistem kepercayaan. Jika diperlakukan sangat serius dan dengan terlalu bersemangat, batas-batas tersebut, akan sangat berbahaya karena dapat menyebabkan pertumpahan darah. Meskipun diakui demokrasi bukan sistem politik yang terbaik, sebagaimana diungkapkan salah Sang empu pemikir Aristoteles, tetapi ia (baca: demokrasi) merupakan satu-satunya (sistem) yang ditemukan manusia yang dipercaya mampu mengoreksi dirinya sendiri.

Berdemokrasi dan beragama merupakan hak asasi. Keduanya dipertemukan melalui "jembatan" prinsip kebebasan. Dengan prinsip kebebasan ini manusia dapat menjadi merdeka dan dapat memanusiakan dirinya.  

Dengan prinsip kebebasan itu, orang tidak merasa tertekan untuk menyalurkan aspirasinya dan bebas menjalankan agama yang diyakininya. Orang yang beragama, berdemokrasi akan menjadikan agama sebagai sumber dan dasar-dasar inspirasi, spiritual, dan moral dalam setiap tarikan nafasnya dan perilakunya.  

Karena itu, dalam berdemokrasi dan beragama, kita dituntut untuk mendewasakan sikap mental dengan mengutamakan toleransi, menebarkan cinta kasih, mengokohkan persaudaraan, menumbuhkan kedamaian dan bekerja sama dalam membangun masyarakat sebagai manifestasi substansi agama. Inilah tugas terpenting kita bersama sebagai anak bangsa untuk merajut demokrasi dan merawat kerukunan umat beragama. (Yohanes Wawengkang/mar)

Yohanes Wawengkang adalah pewarta warga yang bisa dihubungi lewat emai: joewawengkang@gmail.com

Mulai 6 November-15 November ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Jika Aku Punya Startup". Dapatkan 3 tiket masuk ke acara Startup Asia Jakarta 2013, yang masing-masing tiketnya bernilai Rp 3,3 jutaan ditambah merchandise eksklusif bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini