Sukses

Dunia Belum Kiamat Saat Tesis Ditolak Dosen

Ddosen pemimbing satu menjatuhkan 'talak' Putus Hubungan Pembimbing (PHP)

Citizen6, Makasar: Saat dosen pemimbing satu menjatuhkan 'talak' Putus Hubungan Pembimbing (PHP), saat itulah saya harus menerima kenyataan bahwa ia menolak membimbing saya dalam penyusunan tesis. Alasannya, dia tidak mau terbebani dan merasa dikejar-kejar oleh calon master seperti saya.

Sebenarnya, saya menerima bila di tidak menginginkan untuk melakukan PHP. Tetapi caranya tidak seelegan dengan 'gelar' yang melekat pada dirinya sebagai 'guru besar'. Memaki, memarahi, membentak, mengusir dan sejenisnya. Seperti saya sudah melakukan hal-hal yang sangat kriminal. Padahal hanya mau mengecek hasil revisi tesis yang sudah sampai pada bab 4 di mejanya yang sudah saya kerjakan hampir 1 tahun terakhir.

Kalaupun belum dikoreksi, apa tidak ada kalimat-kalimat lain yang bisa dipakai? Misalnya "Saya belum periksa, kamu kembali kapan-kapan saja! atau "Saya masih sibuk, belum sempat periksa tesismu!". Tentu sebagai orang yang sangat saya hormati, pastilah saya akan sangat mengerti dengan kesibukan beliau..

Jika ada yang bisa dibicarakan bersama untuk mencari solusi yang tidak merugikan salah satu pihak, bukannya itu yang terbaik? Tetapi itulah yang kudapati. Menerima kenyataan pahit. Sepertinya saya harus memulai dari awal lagi untuk menyusun tesis. Karena bisa jadi, mengganti pembimbing sama dengan mengubah dari peristiwa ‘menggenas' kan yang erjadi pada 1 April 2013. Saya masih berharap itu hanya sebuah kejutan 'April Mop', dan berharap sang guru besar meralat ucapannya setelah saya meminta maaf.

Meski saya sendiri tidak yakin, saya bersalah sepenuhnya dengan peristiwa ini. Namun sayangnya, ‘Eksekusi’ PHP tetap terjadi. Setelah menghadap ketua jurusan, dan 'kasus' ini dirapatkan oleh pihak jurusan, saya menerima surat disposisi dari ketua jurusan untuk memulai pembimbingan dengan dosen baru. Apa yang akan Anda rasakan apabila mendengar hal ini? Pasti seperti yang saya rasakan. Lutut terasa lemas dan berhari-hari hanya bisa menangisi keadaan. Rencana mencapai wisuda di bulan Juli, sepertinya gagal total. Di tambah lagi dengan keharusan membayar SPP di semeseter depan, mulai menghantui di depan mata. Karena beasiswa yang saya terima selama ini hanya berlaku 4 semester.

Namun ada satu hal yang membuat saya sedikit bersemangat, karena saya bukanlah satu-satunya 'korban' amukan sang guru besar. Bahkan sebagian dari mereka ada yang nasibnya terkatung-katung dan hingga kini belum selesai. Sebagian lagi ada yang pergi karena kecewa dan tidak pernah kembali ke kampus. Miris? Memang.

Setelah mendapat berbagai support dari orang-orang terdekat dan teman-teman, pada Juni 2013, saya putuskan kembali masuk kampus. Membawa surat disposisi ke pembimbing baru. Di luar perkiraanku, sang pembimbing baru menerima saya dengan hangat. Setelah menceritakan kronologi peristiwa pahit itu, dia bisa mengerti dan terkesan berada dipihak saya. Karena menurutnya sudah menjadi karakter dari sang guru besar seperti itu. Pembimbing baruku ini juga memberi semangat, "Tidak usah sedih, saya tidak masalah untuk membimbingmu." Terasa angin segar kuhirup kembali. Semangatku kembali 'bangun'. Dunia belum kiamat. Saya pun merasa hidup lagi!

Karena dosen ini memiliki paragdigma yang berbeda dengan dosen sebelumnya, saya diharuskan merubah konsep-konsep yang ada di bab 1. Putus asa? Ya. Namun tidak ada pilihan lain selain mengikuti kata sang dosen.

Tolakan demi penolakan dari setiap bab yang saya buat, membawa saya pada titik kejenuhan yang mendalam. Hingga pada suatu saat ia berkata," Sudah mendekati sempurna. Kamu sudah boleh mendaftar ujian!". Mendengar hal tersebut, saya bahagia sekali, apalagi saat melihat di cover tesis ada tanda tangan sang pembimbing dan kata 'ACC'. Rasa sakit mendalam yang terpendam berhari-hari seolah menguap dari raga. "Thanks God!" tutur saya.

Singkat cerita, aku berhasil melalui sidang akhir dengan nilai sangat memuaskan. Revisi paska sidang juga terbilang sangat sedikit. Sungguh, kerja keras dan airmataku yang tumpah selama ini terbayar sudah. Meski tidak bisa wisuda di bulan Juli, tidak masalah. Wisuda di bulan Oktober 2013 juga menjadi moment yang baik, karena bisa melaluinya dengan 8 orang teman-teman seperjuangan. Kami berdelapan termasuk mahasiswa-mahasiswi tercepat menyelesaikan studi kami di jurusan, yang memang sudah terkenal hanya menelurkan master dengan jumlah yang minim tiap musim wisuda.

Cerita ini awalnya menjadi cerita 'suram' bagi saya Tetapi seorang teman pernah berkata,"Justru ceritamu ini akan menjadi inspirasi bagi orang lain. Karena semangatmu yang pantang menyerah untuk menggapai cita-citamu, akan menjadi kekuatan bagi orang."

Benar juga katanya itu. Banyak sekali sahabat, teman yang masih menyusun tesis merasa mendapat pencerahan setelah sekedar curhat tesis padaku. Kataku pada mereka,"Dunia belum kiamat, saat tesis kalian ditolak oleh dosen. Saya saja telah merasakannya lebih daripada itu, tetapi bisa melewatinya. So, jangan pernah putus asa!". (Itha Juditha/mar)

Itha Juditha adalah pewarta warga.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

Mulai 3 Desember sampai 13 desember 2013 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan "Terima Kasihku untuk 2013". Ada merchandise eksklusif dari Liputan6.com dan Dyslexis Cloth bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini