Sukses

Joel Mastana: Tak ada Standarisasi Berkendara di Indonesia

Di jalan-jalan raya, kita masih sering melihat para pengendara motor atau biker (pemotor) yang tidak mentaati pertaturan lalu lintas.

Citizen6, Jakarta: Di jalan-jalan raya, bahkan di metropolitan Jakarta kita masih sering melihat para pengendara motor atau biker (pemotor) yang tidak mentaati pertaturan lalu lintas. Entah mereka itu tidak memakai helm, naik ke trotoar, berhenti melampaui batas garis lampu merah atau bahkan ada yang menyerobot.

Keadaan memprihatinkan itu bukan sepenuhnya kesalahan para pemotor. Joel mastana, satu-satunya seorang instruktur safety riding professional malah mempertanyakan, kenapa para pengendara itu bisa memperoleh surat ijin mengemudi (sim)?

Berikut wawancara Joel Mastana beberapa waktu lalu pada acara hari jadi ke-25 Bikers Brotherhood Motorcycle Club  di Gudang Persediaan PTKAI Jalan Sukabumi Bandung.

Para biker di indonesia tidak tertib dalam berkendara sepeda motor atau berlalu lintas, kenapa?

Sebetulnya itu bukan kesalahan mereka, bagaimana seseorang bisa lulus ujian tanpa diajarkan aturan, tatacara berlalu-lintas berbagi jalan dan teknik mengendarainya, tapi mereka punya surat ijin mengemudi (sim).

Permasalahannya adalah karena mereka tidak tahu, tidak paham, mereka membuat aturan dan kebiasaan-kebiasaan sendiri sehingga komunikasinya tidak standar. Padahal aturan yang harus dibakukan adalah bagaimana kita berinteraksi antara satu pengendara dengan pengendara lain. Berkomunikasi dengan baik dan benar sebagai bentuk bahasa internasional yaitu undang-undang aturan lalu lintas.

Jadi siapa yang berkewajiban mengedukasi mereka?

Yang berkewajiban dalam hal ini adalah pemerintah. Contohnya perhubungan yang membuat aturan kebijakan, kepolisian dalam hal pembuatan atau melakukan penegakan hukum dan penerbitan SIM.

Dalam hal ini kami swasta, penggiat, praktisi, kami melihat kebutuhannya. Karena itu kami berpikir untuk memberikan kontribusi terhadap Indonesia dengan cara melakukan pelatihan-pelatihan, mengkampanyekan, mensosialisasikan dan mendukung kegiatan pelopor keselamatan berlalulintas dari Ikatan Motor Indonesia pusat yang diketuai oleh Nanan Soekarna.

[Selain menjadi instruktur safety riding, Joel Mastana saat ini bersama temannya, Adit sedang membuat dan menjalankan kegiatan konservasi yang berhubungan dengan elang, di wild life fondation, dia juga bekerja fultime di Sinar Mas Land Development, sebagai manajer fasilitas umum dan fasilitas sosial.

Menurutnya kegiatannya yang dilakukan adalah menciptakan fasilitas-fasilitas umum, lalu  bersama tim melakukan pengembangan bagaimana kegiatan pelopor keselamatan berlalu-lintas bisa termasyarakatkan sebagai bentuk kontribusi sebagai masyarakat Indonesia.]

Sejak kapan Joel Mastana terlibat dengan kegiatan safety riding?

Terlibat di safety riding tahun 1997. Saya saat itu  pensiun dari kegiatan lomba sepeda motor, jetski dan yang ekstrem lainnya. Lalu saya bergabung dengan motor besar. Pada saat touring saya melihat hal yang sungguh menyedihkan, selalu terjadi kecelakaan.

Selain itu setiap touring itu kami “menjajah” biker lain. Penjajahannya itu seperti meminggir-minggirkan yang menurut saya kurang tepat. Sehingga saya mencari tahu bagaimana sih mengendarai sepeda motor yang benar dan tata caranya seperti apa.

Ternyata di Indonesia raya tidak ada fasilitas tersebut. Sehingga saya ke Australia disponsori oleh sebuah brand untuk belajar safety riding
Tanpa diduga langsung ditolak karena saya tidak mempunyai sertifikat basic. Sehingga saya harus mengambil basic skill. Setelah punya jam terbang kemudian baru boleh ikut mengikuti kursus instruktur.

Setelah itu saya membuat beberapa standarisasi untuk kepolisian, perhubungan dengan teknik mengendarainya dan juga tata cara mengemudi berkeselamatan. Kemudian saya bekerjasama dengan beberapa asosiasi dunia untuk penyelenggaraan atau kampanye keselamatan jalan bersama organisasi-organisasi sepeda motor.

Apa tantangan menjadi seorang instruktur?

Saya melihat negara kita ini negara yang tak berkompetensi sehingga instruktur sesungguhnya yang bersertifikat atau berkompetensi melalui akademi, mungkin hanya saya saja di roda dua untuk saat ini.

Tapi karena kebutuhan sangat luas, akhirnya banyak instruktur yang tanpa  kompetensi bersertifikat yang melakukan kegiatan pelatihan sebagai bentuk oportunis.

Masalahnya adalah instruktur-instruktur yang berkompetensi biasanya tidak menguasai dalam hal marketing tapi mereka lebih idealis terhadap kualitas dari materinya. Kebanyakan mereka melakukan kegiatan lebih kepada market atau promosinya.

Ditambah lagi kesadaran masyarakat akan kebutuhan keselamatan dan pertimbangan-pertimbangan mengendarai sepeda motor bisa mencelakai orang lain ini tidak ada sehingga kadang kami tidak dimudahkan, tidak didengar atau dilihat seperti hal biasa, padahal ini yang sangat dibutuhkan.

Oleh sebab itu bagi kami lebih mudah untuk melatih kelompok kecil. Kelompok kecil tersebut adalah motor-motor besar yang notabene tidak banyak seperti motor-motor biasa dan lebih mudah untuk menegur menyampaikan atau menyadarkan.

Sebagai penggemar motor gede, banyak pilihan brand, kenapa kenapa memilih Victory?

Saya mengendari motor besar lebih dari 18 tahun. Saya sudah mencoba segala jenis motor, dan memang Victory ini setelah dicoba diberbagai kondisi jalan ternyata dari segi keselamatan, misalnya rem, dari segi performance dan dari kenyamanan pengendara sendiri sangat sesuai.

Dan yang paling penting adalah kesadaran dari distributior pabrikan motor tersebut terhadap keselamatan dan kebutuhan masyarakat Indonesia akan keselamatan. Sehingga dukungannya juga tidak bisa dilihat sebelah mata, itu yang membuat saya makin yakin bahwa bukan hanya kendaraanya tapi juga manusia, pola pikirnya ini semoga bisa bersama untuk meningkatkan kebutuhan akan keselamatan berlalu lintas.

Tentang kegiatannya saat menjadi pembalab dulu, begini ia bercerita:

Sewaktu saya masih menjadi pembalap, saya tidak pernah belajar secara baik dan benar dan tidak pernah ada yang mengajarkan, tidak pernah punya kesempatan untuk belajar bagaimana reflek yang menyelamatkan, bagaimana dasar mengendarai unit atau aktivitas yang saya laksanakan.

Sehingga pada saat ikut kejuaraan dunia tidak bisa menduduki tempat tertinggi karena dasarnya sudah tidak tepat. Padahal semangat, mungkin kebisaaan dan niat serta yang paling utama, kenekatannya sudah sangat tinggi. Di situ yang membuat rata-rata atlet dari Indonesia tidak bisa juara karena dasar edukasinya tidak pernah ada. Oleh sebab itu saya tergerak untuk membuat hal ini: driving and riding management and education

Sejak masa bocah, laki-laki ini telah akrab dengan lomba, BMX Race waktu kecil, motocross, pernah ikut jetski, pernah ikut lomba semacam skate board bermesin, Kejuaraan dunia dengan jetski, bulu tangkis dan basket ball.

Tapi dia mengaku nakal banget, tahunya berkelahi dan beraktivitas. Disuruh belajar malah ngumpet. (kw)

Penulis:
Karmin winarta @fanabis
Jakarta

Baca Juga:
Binamas Sosialisasikan Tertib Lalu Lintas pada Pelajar Tangerang
Pangkosek Pimpin Pengamanan Lalu Lintas Udara di Bali
Kemacetan di Depok Makin Semrawut


Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atauopini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com

Mulai 16 Desember sampai 3 Januari 2014 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan tema "Resolusi 2014". Ada kado akhir tahun dari Liputan6.com, Dyslexis Cloth, dan penerbit dari Gramedia bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.



* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini