Sukses

[Resolusi 2014] Adakah Calon Presiden Bervisi Maritim?

Tahun 2014 rakyat kembali memilih "Nahkoda" nusantara sekaligus berharap adanya perubahan menuju kesejahteraan.

Citizen6, Semarang: Tahun 2014 merupakan tahun yang dinantikan oleh rakyat Indonesia. Pada tahun ini perhelatan pesta demokrasi digelar. Tahun 2014 rakyat kembali memilih "Nahkoda" nusantara sekaligus berharap adanya perubahan menuju kesejahteraan. Peningkatan suhu iklim politik mulai terasa kian kentara, bahkan ada beberapa partai yang sudah memiliki pasangan calon untuk dijagokan di pemilihan nantinya. Meski demikian, ada juga partai yang masih mencari dan menjaring calon yang bakal diusung di tahun ini.

Setiap calon presiden dan wakil presiden yang bakal maju di bursa pemilihan 2014 ini, dipastikan memiliki visi dan misi yang menawarkan perubahan, namun belum terlihat secara jelas perubahan apa yang akan ditawarkan. Padahal, kita sangat berharap adanya tawaran konkret menuju perubahan yang memungkinkan untuk dilakukan dan berpeluang berhasil dalam menata wajah negeri ini.

Dari sederet nama-nama calon presiden maupun wakil presiden yang diusung, saya melihat belum ada yang memiliki visi maritim. Kendati negara Indonesia yang memiliki hamparan laut terbesar di dunia serta memiliki ribuan pulau, namun belum ada rencana strategis mengoptimalkan laut sebagai rencana strategis memperbaiki ekonomi bangsa menuju kesejahteraan rakyat. Hal ini tentunya menjadi sangat aneh jika calon presiden dan wakil presiden Indonesia  tidak melihat laut sebagai potensi besar untuk membuat bangsa ini sejahtera.

Indonesia dikenal dengan negara kepulauan, namun saya cenderung melihat Indonesia sebagai negara bahari. Jika merujuk pada teranyar batas wilayah Nusantara, Indonesia memiliki luas 587.000 kilometer persegi, dari timur ke Barat mencapai 6.400 kilometer serta antara utara dan selatan mencapai panjang 2.500 kilometer. Sementara garis pantai terluar Indonesia yang melingkari wilayah teritorial sepanjang sekitar 81.000 kilometer. Hal yang perlu diingat yaitu: 80 persen wilayah ini adalah laut.

Angka-angka tersebut bisa dilihat pada Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) yang dilahirkan pada tahun 1982 melalui Internatiional Conference on Sea Law di Caracas. Sebagai negara bahari, Indonesia tidak hanya memiliki satu laut utama atau heartsea. Negara ini memiliki tiga laut utama yaitu Laut Jawa, Laut Flores dan Laut Banda.

Dengan jumlah tersebut, fakta yang terjadi saat ini adalah pemerintah belum mampu memaksimalkan potensi laut untuk meningkatkan kesejahteraan. Faktor utamanya karena pemerintah kita tidak bervisi maritim. Di sisi lain, Indonesia memiliki bibir pantai terpanjang setelah Kanada. Namun kenyataannya, kita tidak pernah menjadi negara pengekspor garam terbesar di dunia. Justru sebaliknya, Indonesia menjadi negara pengimpor garam meski memiliki potensi memproduksi salah satu bumbu masakan tersebut. Namun yang terjadi selama ini kita terus bermimpi untuk menjadi negara industri seperti Amerika, Inggris, dan Jepang meski kita telah tertinggal jauh dari mereka.

Kita juga masih bermimpi untuk menjadi negara agraris seperti Thailand. Jika dua mimpi tersebut tidak mampu diraih, apa salahnya jika hari ini kita juga ikut bermimpi menjadi negara maritim dengan bersandar pada potensi alam yang ada. Potensi laut yang kita miliki, hampir tidak dimiliki oleh negara lain, seharusnya kita unggul di bidang laut.

Namun perlu digarisbawahi, bermimpi menjadi negara maritim tidak pula dengan serta merta kita harus berpaling dari angan-angan menjadi negara agraris dan industri yang sudah dirintis. Tentunya tidak salah jika kita sedikit memperbesar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahunnya untuk mengembangkan potensi laut Indonesia. Apalagi laut merupakan salah satu peluang besar untuk menuju kejayaan jika Indonesia memiliki presiden dan wakil presiden yang bervisi maritim. Kita masih berpeluang mengalahkan Malaysia dan Singapura jika potensi maritim dioptimalkan.

Selama ini kita kerap menendangkan lagu "Nenek moyangku seorang pelaut" atau menggunakan istilah sekali layar terkembang pantang bersurut bagiku. Sementara di kehidupan nyata, Indonesia sama sekali tidak memiliki kapal-kapal perdagangan yang bagus dan armada militer di sektor laut yang kuat apalagi pelabuhan berkaliber internasional di jalur pelayaran Selat Malaka sebagai pintu masuk perdagangan dunia. Kita juga belum fokus pada pengelolaan sumber daya laut, menjadikan pulau terluar sebagai halaman depan Indonesia serta belum memiliki Universitas Maritim Indonesia di seluruh daerah yang memiliki standar kompetensi mumpuni.

Pemerintah juga belum mendorong keberadaan khasanah budaya laut yang dimiliki bangsa Indonesia untuk mendapat pengakuan oleh UNESCO. Indonesia memiliki sistem budaya yang tinggi di bidang laut, seperti Panglima Laut yang ada di Aceh, paissangang aposasiang (pengetahuan tentang kelautan) di Sulawesi. Tentunya kita berharap budaya laut juga mendapat perhatian dari pemerintah untuk didorong supaya mendapat pengakuan UNESCO layaknya subak dan saman. Laut harus dipandang sebagai pemersatu bangsa, bukan pemisah, pandangan itu akan mampu diwujudkan jika pemerintah kita memiliki visi maritim.  

Jika merujuk pada catatan sejarah, banyak kerajaan-kerajaan besar yang bisa mencapai kegemilangan dengan bersandar pada kekuatan maritim. Sebut saja di antaranya Sriwijaya yang mampu mengendalikan dan menguasai Selat Malaka sehingga bisa menguasai perdagangan. Fokus pemimpin kerajaan pada laut membuat Sriwijaya menjadi salah satu kerajaan maritim besar di Asia tenggara.

Contoh lainnya kerajaan yang memiliki visi maritim yaitu Kerajaan Samudra Pasai dan Kerajaan Aceh Darusalam. Kerajaan-kerajaan ini mendapatkan kejayaan melalui pemanfaatan potensi laut. Bahkan Kerajaan Aceh Darussalam pernah memiliki laksamana perempuan tangguh bernama Malahayati dan armada angkatan laut yang kuat. Aceh pada masa kejayaannya juga memiliki kapal perang terbesar dan termasyur di dunia, yang diberinama Cakra Donya atau pelayar Spanyol menyebutnya Espanto del Munto. Kecanggihan kapal perang ini bahkan melebihi kapal-kapal perang milik bangsa Eropa pada masa itu.

Hal ini menunjukkan pihak kerajaan memberi perhatian lebih terhadap laut. Begitu juga dengan kerajaan lainnya yang ada di Nusantara. Hampir semua berkonsep maritim dalam mencapai kejayaan. A B Lapian dalam pidato pengukuhan guru besar di Universitas Indonesia mengatakan bahwa sejarah Indonesia merupakan sejarah bahari. Jika kerajaan-kerajaan besar yang pernah ada di Nusantara berpandangan maritim, kenapa kita tidak mengikuti jejak mereka. Kegemilangan Nusantara masa kerajaan seharusnya menjadi acuan penting terhadap bangsa ini bahwa kejayaan masa lalu diraih melalui laut.

Contoh lain yang bersifat kekinian yaitu peristiwa penyadapan terhadap Indonesia yang dilakukan Australia. Menurut Hamid Awaludin melalui analisisnya mengatakan penyebab negara jiran menyadap pemimpin negeri ini karena Indonesia akan memperkuat armada Angkatan Laut.

Hamid menyebutkan Indonesia pernah berencana membeli kapal selam kelas Kilo buatan Rusia pada 2007 lalu. Rencana pembelian kapal selam buatan Rusia tersebut membuat Australia dan Singapura khawatir sehingga memicu untuk menyadap Indonesia. Ini menunjukkan bahwa potensi laut Indonesia sangat diperhitungkan. Oleh sebab itu, kita sangat berharap calon presiden dan wakil presiden pada 2014 ini mempunyai visi maritim untuk membangun kejayaan negeri ini. Semoga. (mar)

Penulis
Mujiburrahman (Mahasiswa Universitas Diponegoro, Semarang. Asal Aceh)
Semarang, muji_291xxx@yahoo.com

Baca juga:
[Resolusi 2014] Menjadi Pribadi yang Lebih Baik bagi Orangtua
[Resolusi 2014] Bisa Menulis dengan Hati
[Resolusi 2014] Menjadi Entrepreneur


Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atauopini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com

Mulai 16 Desember sampai 3 Januari 2014 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan tema "Resolusi 2014". Ada kado akhir tahun dari Liputan6.com, Dyslexis Cloth, dan penerbit dari Gramedia bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.