Sukses

Derita Penumpang Commuter Line di Jakarta

Imbas mogoknya kereta Commuter Line Jakarta-Bogor di Stasiun UI Depok, perjalanan para pengguna setia KRL menjadi terganggu.

Citizen6, Jakarta: Malam itu tidak seperti biasanya. Jarum jam menunjukkan tepat pukul 9. Namun di sepanjang jalan raya Pasar Minggu tampak kerumunan massa. Mereka bergerombol gerombol seperti sedang menunggu sesuatu. Benar, Rabu 8 Januari 2014 kereta yang biasa mengantarkan para penumpang setia KRL ke rumah, mogok di Stasiun Universitas Indonesia (UI), Depok.

Meskipun ini bukan peristiwa pertama kalinya, namun dari wajah-wajah mereka menampakkan kegeraman, bahkan sebagian lain tampak pasrah. Menunggu adalah pekerjaan yang paling tidak menarik, dan para penumpang Commuter Line Jakarta-Bogor sedang melakukannya malam itu.

Beruntung, di tengah ketidakpastian itu, seorang pedagang asongan datang menawarkan dagangannya. Sambil melayani pembeli, tanpa ditanya pengasong itu mulai nyerocos seperti sedang konferensi pers. Dia menjelaskan, sejak jam 5 sore, semua kereta yang ke arah Depok-Bogor cuma sampai di Stasiun Pasar Minggu Baru.

Makin malam, jumlah penumpang makin banyak. Pelanggan KRL Commuter Line yang masih setia menunggu, perlahan-lahan mulai meninggalkan stasiun. Ketika jam menunjukkan pukul 21.30 WIB, sasaran mereka kali ini adalah Angkutan kota Miniarta 04 dan 03 jurusan Depok.

Kereta mogok rupanya menjadi keberuntungan bagi kedua angkutan tersebut. Biasanya untuk memperoleh penumpang sampai penuh,  mereka harus ngetem, bahkan menunggu sampai berjam-jam, malam itu dalam hitungan menit kendaraan mereka sudah penuh oleh penumpang. Bahkan ada yang rela bergelantungan di pintu agar cepat sampai tujuan. Ternyata jumlah armada 04 dan 03 malam itu tidak mencukupi.

Kondisi ini akhirnya juga dimanfaatkan sopir angkutan lain untuk mengeruk rejeki. Mereka memutuskan menaikkan penumpang yang sebagian besar tinggal di daerah Depok. Seperti Metro Mini 75, Metro Mini 640, dan Metro Mini 62.

Tarif yang diminta kepada setiap penumpang pun diseragamkan. Masing-masing armada mewajibkan para penumpangnya untuk membayar Rp 5.000 saja. Meskipun terbilang cukup mahal, namun penumpang tak mempermasalahkannya.  

Malam itu mereka masih beruntung, bisa pulang dengan menumpang angkutan umum. Bagaimana jika tak ada angkutan yang membawanya? Setelah kejadian ini, sampai kapan pelayanan PT KAI memperlakukan pelanggannya seperti ini?  (mar/Kw)

Penulis
Mar

Baca Juga:
Urai Kemacetan, Polres Garut Berlakukan One Way
Pasar Subuh Makin Siang, Kemacetan Tambah Panjang
Bus Transjakarta Baru, Merapat di Tanjung Priok

Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan link postingan terbaru blog Anda atau artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atauopini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com

Mulai 7 Januari sampai 17 Januari 2014 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan tema "Warga Mengadu". Ada hadiah dari Liputan6.com dan Dyslexis Cloth bagi 6 artikel terpilih. Caranya bisa disimak di sini.



* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini