Sukses

Kisah Ramadan Mubarak di Amerika Serikat

Para muslim di Amerika Serikat menjalankan puasa selama 18 jam sehari.

Liputan6.com, Jakarta - Menulis kolom ini sambil menuju perjalanan pulang ke Chicago dari Madison Wisconsin seusai berlibur musim panas lima hari di pinggir danau Michigan. Perjalanan yang cukup padat merayap ini cukup menghibur sambil ditemenin play list lagu-lagu Indonesia, termasuk lagu hits dari almarhum Ustad Jeffry berjudul Sepohon Kayu.

Lagu yang daku upload sekitar setahun lalu, setelah dengerin ibu nyanyi-nyanyi kecil lagu ini. Ketahuan lirik yang simpel tapi dalem kak. Sepohon kayu daunnya rimbun, lebat bunganya serta buahnya… Walaupun hidup seribu tahun bila tak sembahyang apa gunanya… la la la… Daku pun nyanyi sambil berasa duet karaokean sama almarhum  Uje, eaaaaaa #mulaingayal.

Akhirnya bulan Ramadan pun tiba. Alhamdulillah telah diberikan kesempatan kembali buat bertemu bulan suci ini. Ngga kerasa sudah enam Ramadan daku lalui di Amerika Serikat dan sebagai umat Islam yang tentunya minority di negeri ini menjalankan ibadah puasa ngga semudah kita menjalankan ibadah puasa di negeri kita sendiri.

Banyak rasa kangennya kak. Dari kumpul dan shalat bareng keluarga, sahur dan buka bersama. Tak lupa suasana Ramadan yang tentunya sangat berbeda jauh kak. Sejauh mata memandang pokonya, #ngayallagi.

Nah, daku coba share beberapa hal yang cukup berbeda selama menjalani ibadah Ramadan di Amerika, terutama dengan lokasi di mana daku tinggal dan pekerjaan daku. Berpuasa di sini bisa sampai 18 jam, karena bertepatan dengan musim panas. Matahari terbit sangat pagi (kadang jam 4:00 pagi sudah nongol) dan tenggelam sekitar pukul 20:30.

Kebayang kan panjangnya puasa kami di sini, hihihi. Kebetulan daku tinggal di Illinois dan bekerja di Wisconsin, jadi setiap hari pulang pergi sekitar empat jam, nemuin lokasi masjid ngga semudah di Indonesia tentunya. Alhasil yang namanya Shalat Tarawih hampir selalu daku laluin di rumah. Ketika libur akhir pekan biasanya daku mampir ke Mesjid, bergabung dengan teman-teman muslim dengan berbagai kewarganegaraan dan menjalankan ibadah tarawih bersama. Seru dan asyik rasanya.

Ngomong-ngomong soal waktu berbuka dan sahur. Berhubung waktu berbuka dan waktu imsak itu mepet banget, perut pun ngga sanggup makan dua kali dalam jangka waktu yang pendek plus ada waktu tidur diantaranya. Alhasil daku biasanya cukup kebangun dan minum air putih saat sahur kemudian lanjut puasa sampai besok malam pas waktu berbuka puasa. Panjang kak.

Alhasil kalau dulu di Jakarta, daku bulan puasa nambah berat badan, di sini tiap Ramadan minimal 5-7 kilo pun hilang dari berat badan daku. Ya lumayan lah, biar ukuran baju sama pinggang celana ngga perlu nambah pas beli baju baru buat lebaran.

Banyak orang mengira kalau cobaan di sini berat karena lingkungan yang tidak berpuasa. Menurut daku sih ngga ya kak. Kalau kita sudah niat Insya Allah yang namanya melihat orang makan dan minum di depan kita itu ngga ngaruh. Kalau ngga kuat berarti niat kita belum bulet benar, hihihi.

Malah selama daku menjalankan ibadah puasa di sini, teman teman dan bos daku selalu support daku berpuasa. Luar biasa memang. Mereka selalu berusaha untuk ngga makan atau minum di depan daku. Bahkan orang-orang yang daku ngga kenal, tapi tau daku menjalankan ibadah puasa selalu berusaha tidak makan dan minum depan daku. Kultur menghargai yang sangat luar biasa, patut di contoh. Rasa tenggang rasa yang tinggi namanya.

Disisi lain, banyak orang orang di sini yang berdecak kagum. Betul, mereka kagum kak.
Soalnya kalau dilihat dari sisi logika mereka, tidak makan, tidak minum sampai hampir 18 jam dan melakukan kegiatan normal, seperti berangkat subuh pulang malam itu luar biasa pengorbanannya. Kadang mereka berkomentar, "If I were you, I don’t think I can do that."

Satu hal yang selalu daku bawa dalam berinteraksi adalah positive attitude. Bahkan kalau sampai ada momen-momen yang memancing emosi. Daku selalu bilang sama mereka, "Thanks for giving me my 'Ramadhan Test' – I have to pass the test to earn my credits." Tentunya sambil senyum senyum dan mereka pun geleng-geleng. Ajaib. They know it’s not easy to control your emotion while your are starving or thirsty.

It’s very important to keep our positivity in our attitude and how we approach every situation. Why it’s so important? I believe itu adalah salah satu ciri utama orang muslim… Apalagi dengan banyak nya bentuk bentuk arogansi yang mengatasnamakan Islam. Jauhkan dari yang namanya hawa napsu dan negativity. Insya Allah, we will gain respect and bring harmony to the world.

Selamat berbuka puasa dan menjalankan ibadah puasa dari Amerika bagi teman-teman muslim di mana pun berada.

(ul)

Penulis:

Rizal Hamdallah

 

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini.

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.